BAB
I
PENDAHULUAN
1.1        
Latar
Belakang
Sejak
kemunculannya, semut telah berkembang menjadi makhluk yang paling dominan di
ekosistem teresterial. Dari 750.000 spesies serangga di dunia, 9.500 (1,27 %)
diantaranya adalah semut. Semut telah beradaptasi dengan mengagumkan dan dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
 Semut memiliki keanekaragaman yang tinggi,
terdapat pada hampir semua habitat sehingga mudah dikoleksi, sensitif terhadap
perubahan lingkungan, berfungsi penting dalam ekosistem dan berinteraksi dengan
organisme lain. Semut berinteraksi dengan tumbuhan dan hewan. Mayoritas
simbiosis antara semut dan tumbuhan adalah simbiosis mutualisme, dimana semut
dapat berlindung dan mendapatkan makanan atau mendapatkan kedua-duanya,
sedangkan tumbuhan mendapatkan perlindungan terhadap gangguan arthropoda dan
vertebrata pemakan tumbuhan. Pada beberapa kasus tumbuhan juga mendapatkan
nutrisi dari sisa material semut. Semut juga membantu penyebaran biji dan
bahkan membantu polinasi tumbuhan (Agosti.dkk, 2000)
Semut
memiliki manfaat yang sangat besar diantaranya menambah vitalitas bagi pria. Dan banyak anggapan yang
mengatakan bahwa apabila mengkonsumsi semut tersebut akan menambah stamina. Semut
yang di maksud dalam hal ini adalah semut
Jepang. Semut Jepang memiliki
berbagai macam spesis diantaranya adalah Amblyopone
silvestrii, Pachycondyla pilosior, Ponera
swezeyi, Stenamma owstoni, Aphaenogaster frontosa, Cryptopone sauteri, Ponera
japonica. Dan yang
menjadi spesis dalam penelitian ini adalah  Pachycondyla pilosior.
Semut
Jepang (Pachycondyla
pilosior) mengandung protein, yang merupakan senyawa
organik kompleks berbobot
molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam
amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan
peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein  dapat 
memerankan  fungsi  sebagai 
bahan  struktural karena seperti
halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat
mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan
sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem hidup. Makromolekul
ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga
kelangsungan hidup suatu organisma. 
Suatu  sistem  metabolisme 
akan  terganggu  apabila biokatalis  yang  berperan  di dalamnya 
mengalami  kerusakan. Ada anggapan
bahwa semut Jepang dapat mengobati berbagai macam penyakit dan dapat
meningkatkan stamina bagi pria. 
1.2        
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu berapakah kadar
protein pada semut Jepang (Pachycondyla
pilosior)  ?
1.3        
Tujuan
penelitian
Berdasarkan
permasalahan di atas maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui  kadar protein semut Jepang (Pachycondyla pilosior).
1.4        
Manfaat
penelitian
1.      Penelitian
ini dapat digunakan sebagai sumber informasi kadar kimia, khususnya protein
dari semut Jepang (Pachycondyla
pilosior)  .
2.      Penelitian
ini dapat memberikan penjelasan bahwa semut Jepang (Pachycondyla pilosior)   memiliki manfaat yang sangat besar.
3.      Mitos
yang berasal dari masyarakat yang mengatakan bahwa semut Jepang (Pachycondyla pilosior)   memiliki manfaat yang sangat besar, dengan
penelitian ini dapat menjelaskan secara ilmiah bahwa hal tersebut benar benar
adanya.
2.1.2
Cara Hidup Semut
Semut adalah serangga
sosial yang hidupnya dalam sarang yang lebih kurang bersifat permanen dan
membentuk koloni. Ukuran koloni sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di
dalam tanah, kayu, dan diantara batu-batuan. Individu semut mengalami
metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Telurnya berwarna putih seperti
susu. Larva yang baru menetas berwarna putih seperti ulat dengan kepala
menyempit ke arah depan. Larva pertama kali ini diberi makan oleh yang dewasa,
larva generasi berikutnya diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan
beberapa kali molting akan berubah menjadi pupa. Pupa bentuknya seperti dewasa
tetapi lebih lunak, berwarna putih krem, dan tidak aktif. Beberapa spesies,
pupanya terselubung oleh kokon sutera.  Dewasa akan muncul dalam beberapa
jam atau hari dan akan mengalami proses pengerasan dan penggelapan kutikula.
Perkembangan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berkisar 6 minggu lebih,
tergantung spesies, tersedianya makanan, suhu, musim dan faktor lain.
Sebagai serangga
sosial, semut hidup di dalam koloni yang terdiri atas banyak individu, dari
jumlah ratusan hingga ribuan. Biasanya setiap koloni terdiri atas kelompok
pekerja, pradewasa (larva dan pupa), ratu dan jantan. Tugas dan fungsi setiap
individu ditentukan oleh sistem kasta  yang secara umum terdiri atas
individu reproduktif (ratu) dan nonreproduktif (pekerja) seperti berikut ini:
1.     
Jantan. Semut dewasa bersayap. Tugas
utamanya adalah untuk kawin dengan yang betina. Proses kawin terjadi di dalam
sarang (di tanah), atau bahkan di udara (swarming).
2.      Betina
(Ratu). Kasta ini mempunyai tubuh yang paling besar. Betina ini memulai
hidupnya sebagai serangga bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah
kawin. Secara normal betina kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat
keturunannya. Beberapa spesies hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu),
sedangkan lainnya bisa banyak. Biasanya betina bisa hidup lebih dari 15 tahun.
3.      Pekerja.
Kasta ini terdiri atas betina steril tanpa sayap. Kelompok ini mempunyai
anggota terbanyak. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi makan larva dan
kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh dan lain-lain.
Beberapa spesies mempunyai bentuk pekerja yang berbeda-beda. Pekerja besar
dengan kepala yang berkembang baik seringkali disebut prajurit. Pekerja
kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun.
2.1.3
 Semut Jepang
Semut
dalam bahasa Jepang disebut Ari, dengan arti secara harfiah
adalah serangga kesetiaan. Di Jepang dikenal sebanyak 273 spesies semut. Beberapa spesies semut Jepang, seperti: Amblyopone silvestrii, Pachycondyla
pilosior,Ponera swezeyi, Stenamma owstoni, Aphaenogaster frontosa,Cryptopone
sauteri, Ponera japonica, Ponera scabra,Aphaenogaster ruida, Aphaenogaster
vapida, Pheidole bugi, Monomorium triviale, Solenopsis japonica,Ochetellus
glaver, Technomyrmex gibbosus, Lasius umbratus, Lasius talpa, Lasius
spathepus,Vollenhovia emeryi, Pyramica leptothrix, Crematogaster
vagula,Polyergus samurai, Camponotus devestitus, Camponotus nipponicus,
Polyrhachis latona (underconstruction)
Manfaat Semut Jepang:
1.      Menstabilkan kadar gula dalam darah
(bagi penderita diabetes).
2.     
Menormalkan
asam urat, kolesterol, dan tekanan darah.
3.     
Mengobati
penyakit jantung.
4.     
Menambah
vitalitas bagi pria.
Ciri-ciri
semut Jepang:
1.      Berbadan keras
2.      Berkaki 6
3.      Bersayap tapi tidak bisa terbang
4.      Hidup berkelompok
5.      Bukan termasuk kanibal (pemakan
sesama)
6.      Suka reproduksi
Berbagai macam sepsies semut jepang,
diantaranya spesies Amblyopone silvesteri dan
Pachycondyla pilosior dimana kedua
spesies ini memiliki perbedaan diantaranya 
1.      Amblyopone silvestrii
Panjang tubuh (3,5 - 4,5 mm), warna
tubuh kuning kecoklatan sampai dengan warna merah kecklatan. Antenna 12 segmen,
mandibular dentition, frntal A lubang
antena terpisah jelas.
2.      Pachycondyla pilosior
Panjang tubuh (4,5 - 5 mm), warnah tubuh
merah kecoklatan (gelap) sampai dengan hitam kecoklatan, warna mandibula,
antena, dan kaki merah kecoklatan. Kepala segi empat (dari depan), agak panjang
dengan mata kecil, dengan 10 facet
(wheeler, 1928)
Adapun
klasifikasi dari Pachycondyla pilosior (wheeler, 1928):
Kingdom           :
Animalia 
Phylum              :
Arthropoda
Classis                :
Insecta
Ordo                  :
Hymenoptera
Familia               :
Formicidae
Sub familia        : Ponerinae
Genus                :
Pachycondyla
Spesies               :
Pachycondyla pilosior Wheeler
 
 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 
 
 
 
Gambar 1. Semut Jepang (Pachycondyla pilosior)
2.2   Tinjauan Umum protein
Protein  merupakan makromolekul  yang 
menyusun  lebih  dari 
separuh  bagian  dari 
sel. Protein  menentukan  ukuran 
dan  struktur  sel,  komponen  utama 
dari sistem  komunikasi antar  sel 
serta  sebagai  katalis 
berbagai  reaksi biokimia di dalam
sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada
protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Protein  adalah 
salah  satu  bio-makromolekul  yang 
penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri
secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai
bahan  struktural  dan 
sebagai  mesin  yang 
bekerja  pada  tingkat molekular.  Apabila 
tulang  dan  kitin 
adalah  beton,  maka 
protein struktural  adalah  dinding 
batu-batanya.  Beberapa  protein 
struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh
α dan β-keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein
struktural  lain  ada 
juga  yang  berfungsi 
sebagai  perekat,  seperti kolagen.
Dalam kehidupan protein
memegang peranan yang sangat penting. Proses kimia dalam tubuh dapat belangsung
dengan baik karna dengan adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai
biokatalis. Disamping itu hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau
eritrosit yang berfunsi sebgai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan
untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut antigen, juga merupakan suatu
protein (Poedjiadi, 2009).
Semua
jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap
jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino  yang khas. Di dalam sel, protein terdapat
baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel
seperti mitokondria,  retikulum
endoplasma,  nukleus  dan 
badan  golgi  dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung
pada tempatnya. Protein-protein yang 
terlibat  dalam reaksi  biokimia 
sebagian  besar  berupa 
enzim banyak  terdapat  di 
dalam  sitoplasma  dan sebagian 
terdapat  pada kompartemen  dari 
organel  sel. Protein  merupakan 
kelompok biomakromolekul  yang  sangat 
heterogen.  Ketika berada  di 
luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil.
Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen serta beberapa asam amino juga mengandung
unsur-unsur seperti fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah
unsur utama protein, karna terdapat di dalam semua protein. Akan tetapi, tidak
terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari
berat protein. Molekul protein lebih kompleks dari pada karbohidrat dan lemak
dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang
membentuknya (Almatsiar, 1989).
Protein  merupakan 
komponen  utama  bagi 
semua mahluk  hidup termasuk  mikroorganisme,  hewan 
dan  tumbuhan.  Protein 
merupakan rantai  gabungan  20 
jenis  asam amino.  Protein 
ini  memainkan berbagai
peranan  dalam  benda 
hidup  dan  bertanggungjawab  untuk fungsi 
dan  ciri-ciri  benda 
hidup  (Anonim.  2008). 
Protein
mengandung nitrogen (N) sebanyak 15,30-18%, karbon  (C) sebanyak 52,40%, hidrogen  (H) sebanyak 6,90-7,30%, oksigen  (O) sebanyak 21-23,50%, (S) sebanyak 0,8-2%,
disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak),  dan 
S  kadang- kadang  P, 
Fe  dan  Cu 
(sebagai  senyawa kompleks  dengan 
protein).  Dengan  demikian 
maka  salah  satu cara terpenting  yang 
cukup  spesifik  untuk 
menentukan  jumlah  protein secara  kuantitatif 
adalah  dengan  penentuan 
kandungan  N  yang 
ada dalam  bahan  makanan 
atau  bahan  lain.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan
(imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji)
dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam
amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino
tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk
hidup. protein juga merupakan
nutrisi penting yang diperlukan tubuh untuk membentuk jaringan otot.  
2.2.1 Ciri Ciri Protein
Protein  diperkenalkan 
sebagai  molekul  makro 
pemberi keterangan,  karena urutan  asam 
amino  dari  protein 
tertentu mencerminkan 
keterangan  genetik  yang 
terkandung  dalam  urutan basa 
dari  bagian  yang bersangkutan  dalam 
DNA  yang mengarahkan biosintesis
protein. Menurut page
(1997), tiap
jenis protein ditandai ciri-cirinya oleh:
1.      Susunan
kimia yang khasSetiap protein individual merupakan senyawa murni
2.      Bobot
molekular yang khas Semua  molekul  dalam 
suatu  contoh  tertentu 
dari  protein  murni mempunyai bobot molekular yang sama.
Karena molekulnya yang besar  maka  protein 
mudah  sekali  mengalami 
perubahan  fisik ataupun aktivitas
biologisnya.
3.      Urutan
asam amino yang khas Urutan  asam  amino 
dari  protein  tertentu 
adalah  terinci  secara genetik.  Akan 
tetapi,  perubahan-perubahan  kecil 
dalam  urutan asam amino dari
protein tertentu.
2.2.2       
Fungsi
dan Peranan Protein
Santoso (2008), protein  memegang 
peranan  penting  dalam 
berbagai  proses biologi.
Peran-peran tersebut antara lain:
1.      Katalisis
enzimatik
Hampir  semua 
reaksi  kimia  dalam 
sistem  biologi  dikatalisis 
oleh enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
2.
Transportasi dan penyimpanan Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh
protein spesifik. Misalnya 
transportasi  oksigen  di 
dalam  eritrosit  oleh 
hemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3.
 Koordinasi gerak Kontraksi otot dapat
terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh  lainnya 
adalah  pergerakan  kromosom 
saat  proses  mitosis dan pergerakan sperma oleh flagela.
4.
 Penunjang mekanis ketegangan  kulit 
dan  tulang  disebabkan 
oleh  kolagen  yang merupakan protein fibrosa.
5.
  Proteksi imun Antibodi  merupakan 
protein  yang  sangat 
spesifik  dan  dapat mengenal  serta 
berkombinasi  dengan  benda 
asing  seperti  virus, bakteri dan sel dari organisma lain.
6.  Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein  reseptor. 
Misalnya  rodopsin  adalah 
protein  yang  sensitif terhadap cahaya ditemukan pada sel
batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada sinapsis.
7.
 Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi Pada
organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh  protein 
faktor  pertumbuhan.  Misalnya 
faktor  pertumbuhan saraf  mengendalikan 
pertumbuhan  jaringan  saraf. 
Selain  itu, banyak hormon
merupakan protein.
2.2.3       
Jenis-jenis
Protein
1.      Kolagen,  protein 
struktur  yang  diperlukan 
untuk  membentuk  kulit, tulang dan ikatan tisu.
2.      Antibodi,  protein 
sistem  pertahanan  yang 
melindungi  badan daripada
serangan penyakit. 
3.      Dismutase  superoxide, 
protein  yang  membersihkan 
darah kita.
4.      Ovulbumin,
protein simpanan yang memelihara badan.
5.      Hemoglobin,  protein 
yang  berfungsi  sebagai 
pembawa oksigen 
6.      Toksin,  protein 
racun  yang  digunakan 
untuk  membunuh kuman.
7.      Insulin,  protein 
hormon  yang  mengawal aras 
glukosa  dalam darah.
8.      Tripsin,
protein yang mencernakan makanan protein.
2.2.4       
Sumber
Protein
Protein  lengkap 
yang  mengandung  semua 
jenis  asam  amino  esensial,  ditemukan 
dalam  daging,  ikan, 
unggas,  keju,  telur, 
susu, produk  sejenis  Quark, 
tumbuhan berbiji,  suku  polong-polongan,  dan kentang. Protein  tidak 
lengkap  ditemukan  dalam 
sayuran,  padi-padian,  dan polong-polongan. (Anonim, 2008).
Thomas
Osborne Lafayete Mendel 1914, 
mengujicobakan  protein konsumsi dari
daging dan tumbuhan kepada kelinci. Satu grup kelinci kelinci  tersebut 
diberikan  makanan  protein 
hewani,  sedangkan  grup yang lain diberikan protein nabati. Dari
eksperimennya di dapatkan bahwa kelinci 
yang  memperoleh  protein 
hewani  lebih  cepat 
bertambah beratnya dari kelinci yang memperoleh protein nabati. Kemudian
studi selanjutnya,  oleh  McCay menunjukkan bahwa kelinci yang
memperoleh protein nabati, lebih sehat dan hidup dua kali lebih lama (Anonim,
2008).
Pembagian protein yang berdasarkan pada sumbernya
diketahui bahwa sumber protei ada dua, yaitu protein hewani dan protein nabati.
Sumber protein hewani dapat berasal dari daging dan bagian-bagian dalam seperti
hati, pangkreas, ginjal paru, jantung, jeroan, susu, dan telur, ikan, kerang-kerangan
serta jenis udang. Kolompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit lemak,
sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak (Sudarmo, 2006).
Sember protein nabati meliputi kacang-kacangan dan
biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro,
kelapa, dan lain-lain. Asam amino yabg terkandung di dalam protein tidak
selengkap asam amino yang terkandung pada protein hewani, namun penambahan
bahan lain yaitu dengan mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda
jenis asam amino pembatasnya akan saling melengkapi kandungan proteinnya. Bila
dua jenis protein yang memiliki jenis asam amino esensial pembatas yang berbeda
dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu protein dapat
ditutpi oleh asam amino sejenisnya yang berlebihan pada protein lain (sudarmo,
2006)
Kualitas  protein 
didasarkan  pada  kemampuannya 
untuk menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan
dan  memperbaiki  jaringan 
tubuh.  Secara  umum 
kualitas  protein tergantung pada
dua karakteristik berikut:
1.
Digestibilitas  protein  (untuk 
dapat  digunakan  oleh 
tubuh,  asam amino  harus 
dilepaskan  dari  komponen 
lain  makanan  dan 
dibuat agar  dapat  diabsorpsi. 
Jika  komponen  yang 
tidak  dapat  dicerna mencegah  proses 
ini  asam  amino 
yang penting  hilang  bersama feses).
Ketersediaan asam amino  dipengaruhi 
oleh  persiapan  makanan. Panas  menyebabkan 
ikatan  kimia  antara 
gula dan  as.amino  yang membentuk  ikatan 
yang  tidak  dapat 
dicerna.  Digestibitas  dan absorpsi 
dipengaruhi  oleh  jarak 
antara  waktu  makan, 
dengan interval  yang  lebih 
panjang  akan  menurunkan 
persaingan  dari enzim yang
tersedia dan tempat absorpsi.
2.
Komposisi asam amino, seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis  protein 
tubuh  harus  tersedia 
pada  saat  yang 
sama  agar jaringan  yang 
baru  dapat  terbentuk.dengan  demikian 
makanan harus  menyediakan  setiap 
asam  amino  dalam 
jumlah  yang mencukupi untuk
membentuk as.amino lain yang dibutuhkan.
faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
protein (Anonim,
2007):
1.      Perkembang
jaringan, Periode
dimana perkembangn terjadi dengan cepat seperti pada masa janin dan kehamilan
membutuhkan lebih banyak protein.
2.      Kualitas
protein,
Kebutuhan
protein dipengaruhi oleh kualitas protein makanan pola asam aminonya.  Tidak 
ada  rekomendasi  khusus 
untuk  orang-orang yang  mengonsumsi 
protein  hewani  bersama 
protein  nabati.  Bagi mereka 
yang tidak  mengonsumsi  protein 
hewani dianjurkan  untuk
memperbanyak konsumsi pangan nabatinya untuk kebutuhan asam amino.
3.      Kandungan
energi dari makanan, Jumlah  yang 
mencukupi  dari  karbohidrat 
harus  tersedia  untuk mencukupi  kebutuhan 
energi  sehingga  protein 
dapat  digunakan hanya  untuk 
pembagunan  jaringn.  Karbohidrat 
juga  mendukung sintesis protein
dengan merangsang pelepasan insulin.
4.      Status
kesehatan, Dapat  meningkatkan 
kebutuhan  energi  karena 
meningkatnya katabolisme. Setelah trauma atau operasi asam amino
dibutuhkan untuk  pembentukan  jaringan, 
penyembuhan  luka  dan 
produksi faktor imunitas untuk melawan infeksi.
2.2.5       
Penggolongan
Protein
Protein  adalah 
molekul  yang  sangat 
vital  untuk  organisme 
dan terdapat disemua sel. Protein merupakan polimer yang disusun oleh 20
macam  asam  amino 
standar.  Rantai  asam 
amino  dihubungkan  dengan ikatan kovalen yang spesifik. Struktur
& fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah 
dan  urutan  asam 
amino sedangkan  sifat  fisik 
dan  kimiawi dipengaruhi oleh asam
amino penyusunnya (Anonim, 2007).
Penggolongan
protein dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
1.     
Berdasarkan
struktur molekulnya
Struktur protein terdiri dari empat
macam :
a.       Struktur
primer (struktur utama)
Struktur  ini 
terdiri  dari  asam-asam 
amino  yang  dihubungkan 
satu 
sama
lain secara kovalen melalui ikatan peptida. 
 
Gambar 2.
Struktur Primer Protein
b.      Struktur
sekunder 
Protein  sudah 
mengalami  interaksi  intermolekul, 
melalui  rantai samping asam
amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh  ikatan 
hidrogen  antar  rantai 
samping  yang  membentuk 
pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua
jenis struktur sekunder, yaitu: α-heliks dan β-sheet.
 
Gambar 3.  Struktur Skunder Protein
c.       Struktur
Tersier 
Terbentuk  karena 
adanya  pelipatan  membentuk 
struktur  yang kompleks. Pelipatan
distabilkan oleh ikatan hidrogen,  ikatan
disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik
 
Gambar 4.
Struktur Tersier Protein
d.      Struktur
Kuartener
Terbentuk
dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit.  Interaksi 
intermolekul  antar  sub 
unit  protein  ini 
membentuk struktur keempat/kuartener.
 
Gambar 5.
Struktur Kuartener Protein
2.     
Berdasarkan
Bentuk dan Sifat Fisik
a.       Protein
globular
Terdiri  dari 
polipeptida  yang  bergabung 
satu  sama  lain 
(berlipat rapat)  membentuk bulat
padat.  Misalnya enzim, albumin,
globulin, protamin. Protein ini larut dalam air, asam, basa, dan etanol.
b.      Protein
serabut (fibrous protein)
Terdiri  dari  peptida 
berantai  panjang  dan 
berupa  serat-serat  yang tersusun 
memanjang,  dan  memberikan 
peran  struktural  atau pelindung.  Misalnya 
fibroin  pada  sutera 
dan  keratin  pada 
rambut dan  bulu  domba. 
Protein  ini  tidak 
larut  dalam  air,  asam,  basa, maupun etanol.
3.     
Berdasarkan
Fungsi Biologi
Pembagian
protein didasarkan pada fungsinya di dalam tubuh, antara lain:
a.
 Enzim (ribonuk lease, tripsin)
b.  Protein transport (hemoglobin, mioglobin,
serum, albumin)
c.  Protein 
nutrien  dan  penyimpan 
(gliadin/gandum,  ovalbumin/telur,
kasein/susu, feritin/jaringan hewan)
d.
 Protein kontraktil (aktin dan tubulin)
e.  Protein Struktural (kolagen, keratin,
fibrion)
f.  Protein Pertahanan (antibodi, fibrinogen dan
trombin, bisa ular)
g.
Protein Pengatur (hormon insulin dan hormon paratiroid)
4.     
Berdasarkan
Daya Larutnya
a.
Albumin, larut air, mengendap dengan 
garam konsentrasi tinggi. Misalnya albumin telur dan albumin serum
b.
Globulin Glutelin, tidak  larut  dalam 
larutan  netral,  larut 
asam  dan  basa 
encer. Glutenin (gandum), orizenin (padi).
c.
Gliadin (prolamin), larut  etanol  70-80%, 
tidak  larut  air 
dan  etanol  100%. Gliadin/gandum, zein/jagung 
d.
Histon, bersifat basa, cenderung berikatan dengan asam nukleat di dalam
sel.  Globin  bereaksi 
dengan  heme  (senyawa 
asam  menjadi hemoglobin).
Tidak  larut  air, 
garam  encer  dan 
pekat  (jenuh  30-50%). Misalnya globulin serum dan globulin
telur.
e.
Protamin, larut  dalam  air 
dan  bersifat  basa, 
dapat  berikatan  dengan 
asam nukleat menjadi nukleoprotamin (sperma ikan). Contohnya salmin
5.     
Protein
Majemuk
Adalah protein yang mengandung
senyawa bukan hanya protein
a.       Fosfoprotein,
protein  yang  mengandung 
fosfor,  misalnya  kasein 
pada  susu, vitelin pada kuning
telur 
b.       Kromoprotein, protein berpigmen, misalnya asam
askorbat oksidase mengandung Cu
c.        Fosfoprotein, protein  yang 
mengandung  fosfor,  misalnya 
kasein  pada  susu, vitelin pada kuning telur 
d.       Kromoprotein, protein berpigmen, misalnya asam
askorbat oksidase mengandung Cu
e.        Protein Koenzim, misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
f.        Protein Koenzim, misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
g.       Lipoprotein, mengandung asam lemak, lesitin 
h.       Metaloprotein, mengandung unsur-unsur
anorganik (Fe, Co, Mn, Zn, Cu, Mg dsb)
i.       
 Glikoprotein, gugus  prostetik 
karbohidrat,  misalnya  musin 
(pada  air  liur), oskomukoid (pada tulang)
j.       
Nukleoprotein, protein  dan 
asam  nukleat  berhubungan 
(berikatan  valensi sekunder)
misalnya pada jasad renik
2.2.6       
Analisa
Protein
Analisis
protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: Secara kualitatif dan
kuntitatif. Secara kualitatif terdiri atas:  reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi
Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
Secara  kuantitatif 
terdiri dari : metode Kjeldahl, metode 
titrasi formol,  metode  Lowry, 
metode  spektrofotometri  visible 
(Biuret),  dan  metode spektrofotometri UV (Anonim, 2008).
Analisa
Kualitatif
1.       
Reaksi Xantoprotein Larutan  asam 
nitrat  pekat  ditambahkan 
dengan  hati-hati  ke 
dalam larutan  protein.  Setelah 
dicampur  terjadi  endapan 
putih  yang  dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat
pada molekul protein. Reaksi ini 
positif  untuk  protein 
yang  mengandung  tirosin, 
fenilalanin  dan triptofan.
2.      Reaksi
Hopkins-Cole
Larutan
protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam
oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur  dengan 
pereaksi  Hopkins-Cole,  asam 
sulfat  dituangkan perlahan-lahan
sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa  saat 
kemudian  akan  terjadi 
cincin ungu  pada  batas 
antara kedua lapisan tersebut.
3.       
Reaksi Millon
Pereaksi
Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.  Apabila 
pereaksi  ini  ditambahkan 
pada  larutan  protein, 
akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya  senyawa  merkuri 
dengan  gugus  hidroksifenil 
yang berwarna.
4.       
Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida
dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah  dengan protein  yang 
mempunyai  gugus  –SH  bebas. 
Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5.      Reaksi
Sakaguchi 
Pereaksi  yang 
digunakan  ialah  naftol 
dan  natriumhipobromit.  Pada dasarnya 
reaksi  ini  memberikan 
hasil  positif  apabila 
ada  gugus guanidin.  Jadi  arginin  atau 
protein  yang  mengandung 
arginin  dapat menghasilkan warna
merah. 
6.       Metode Biuret 
Larutan  protein 
dibuat  alkalis  dengan 
NaOH  kemudian  ditambahkan larutan  CuSO4  encer. 
Uji  ini  untuk 
menunjukkan  adanya  senyawasenyawa yang mengandung gugus amida
asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi
positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis
protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu
metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol.
Digunakan untuk protein tidak terlarut. 
Metode
modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode
spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1.       
Metode Kjeldahl
Metode  ini 
merupakan  metode  yang 
sederhana  untuk  penetapan nitrogen  total 
pada  asam  amino, 
protein,  dan  senyawa 
yang mengandung  nitrogen.  Sampel 
didestruksi  dengan  asam 
sulfat  dan dikatalisis  dengan 
katalisator  yang  sesuai 
sehingga  akan menghasilkan  amonium 
sulfat.  Setelah  pembebasan 
alkali  dengan kuat, amonia  yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. 
2.       
Metode Spektrofotometri UV
Asam
amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan
fenilalanin  yang  mempunyai 
gugus  aromatik.  Triptofan 
mempunyai absorbsi  maksimum  pada 
280  nm,  sedang 
untuk  tirosin  mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm.
Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek.
Absorpsi sinar pada 280  nm  dapat 
digunakan  untuk  estimasi 
konsentrasi  protein  dalam larutan.  Supaya 
hasilnya  lebih  teliti 
perlu  dikoreksi  kemungkinan adanya  asam 
nukleat  dengan  pengukuran 
absorpsi  pada  260 
nm. Pengukuran  pada  260 
nm  untuk  melihat 
kemungkinan  kontaminasi oleh asam
nukleat. 
2.3   Hasil Penelitian Terdahulu
Sarang  semut  (Hydnophytum formicarum)  merupakan 
anggota  keluarga Rubiaceae  dengan 
5  genus (Subroto, dkk 2008)  Penggunaan 
H. 
formicarum  sebagai  obat diperoleh  dari 
pengalaman  empiris  beberapa penduduk  lokal 
di  Papua.  Umumnya 
bagian  yang digunakan  sebagai 
obat  adalah  hipokotil 
(umbi) dengan  cara  meminum 
air  rebusannya  tumbuhan sarang semut memiliki  aktivitas 
antimikroba, antioksidan  dan  efek 
sitotoksik  yang  berasal 
dari kandungan flavonoid (Soeksmanto, dkk 2008). Antioksidan dapat
membentuk mekanisme  pertahanan  sel 
terhadap  kerusakan radikal bebas (Manna,
dkk 2009).
2.4  Kerangka Pikir
Semut
Jepang (Pachycondyla pilosior) mengandung protein
yang merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi. Protein dapat
memerankan fungsi sebagai bahan structural dan biokatalisis sehingga protein
dapat digunakan dalam pengobatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan
menganalisis kadar protein yang terkandung pada semut Jepang (Pachycondyla
pilosior) dengan
menggunakan spektroskopi UV-Vis.
Untuk lebih memahami alur pemikiran
penelitian ini, maka perlu dibuatkan kerangka fikir penelitian dalam menuliskan
hubungan beberapa konsep yang akan diteliti yang arahnya untuk menjawab rumusan
masalah. Bagan kerangka pikir dapat dilihat di bawah ini:
 
  
  
 
Gambar
6. Bagan Kerangka Pikir
2.5  Hipotesis
1.     
Hipotesis
Nol (H0)
Tidak terdapat
kadar protein pada semut Jepang 
2.     
Hipotesis
Alternatif (H1)
Terdapat kadar
protein pada semut Jepang 
BAB
III
METODE PENELITIAN
3.1   Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, yang menggambarkan kadar protein pada semut Jepang. Variabel yang
akan dikaji dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu kadar protein
pada semut Jepang (Pachycondyla pilosior)
3.2
Objek Penelitian
Yang menjadi objek pada penelitian
ini adalah semut Jepang dengan spesies Pachycondyla pilosior yang
dibiakkan sendiri.
3.3  Lokasi Dan Waktu Penelitian
 Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar
Laboratrium Kesehatan Makassar. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari
2014.
3.4    Desain Penelitian 
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif, selanjutnya dalam penelitian ini lebih
dahulu dilakukan tinjauan pustaka, penetapan variabel dan defenisi serta tehnik
pengumpulan data. Penelitian ini juga melakukan pencatatan berdasarkan hasil
penelitian laboratorium yang terlaksana dan di amati secara langsung dengan satu kali pengulangan.
3.5        
Variabel
Penelitian
Variabel
yang  dikaji dalam penelitian ini
merupakan variabel tunggal yaitu  kadar
protein.
3.6        
Defenisi
Operasional
1.     
Kadar protein pada penelitian ini yaitu
jumlah kadar protein total (N) yang terkandung dalam semut Jepang (Pachycondyla pilosior).
2.     
Semut Jepang (Pachycondyla pilosior),
didefinisikan sebagai salah satu jenis serangga yang dimanfaatkan sebagai
makanan yang mengandung protein.
3.7        
Alat
dan Bahan  
Bahan yang digunakan
antara lain : Semut Jepang (Pachycondyla pilosior),
aquadest, Asam sulfat (H2SO4) pekat, Natrium hidroksida
(NaOH) padat,
Kalium sulfat (K2SO4), Metil merah, asam Borat (H3BO3), Indikator
bromkresol hijau.
Alat
yang digunakan pada penelitian ini antara lain: Tabung reaksi, lemari asam, Sentrifuge, pisau,  Lemari pendingin, Erlenmeyer 100 mL, buret, labu
kjeldhal, gelas ukur 100 mL, kertas saring, naraca analitik.
3.8        
Metode
Kerja
Adapun
cara kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.     
Preparasi sampel
Menyediakan
semut jepang, kemudian memotong kecil kecil, setelah itu digerus hingga halus.
2.     
Pengukuran kadar protein
Pada
penelitian menganalisis kadar  kandungan
protein digunakan analisis kuantitatif dengan metode kjeldahl yang melalui tiga
proses:
a.      
Tahap destruksi
Sampel
yang telah dihaluskan menimbang 137,3
mg, lalu dimasukkannya ke dalam labu Kjeldahl, setelah itu ditambahkan 10 mL
asam sulfat pekat padat dan 5 gr katalis (campuran K2SO4 dan
CuSO4 5H2O 8:1), kemudian melakukan destruksi (dalam
lemari asam) hingga cairan berwarna jernih. Dilanjutkan pendidihan selama 30
menit. Setelah 30 menit, pendidihan dimatikan dan dibiarkannya beberapa saat
sampai larutan di dalam labu menjadi dingin. 
b.     
Tahap destilasi 
Setelah
hasil dari tahap dekstruksi di hasilkan ditambahkan 200 mL aquades kedalam labu kemudian
ditambahkan 5 mL NaOH 10% dan 5 butir zink. Kemudian dilakukan proses destilasi
atau pemisahan, setelah itu hasil pisahan atau destilat ditampung hingga
mencapai volume 100 mL. Destilasi dijalankan selama kira-kira  1
jam.
c.      
Tahap titrasi
100
mL destilat yang ditampung tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
yang berisikan 25 mL HCl 0,1 N dan beberapa tetes indikator PP. Kelebihan HCl
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol dan
metil merah, sampai titik ekivalen tercapai.
3.9        
Teknik Analisis
Data 
Menurut Sudarmaji dalam Manjalik (2011) cara
perhitungan persen kadar protein pada sampel sebagai berikut:
 
x100%
            Ket:
                        N HCl = Normalitas larutan HCl.
Cat: Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk Tabel dan Grafik.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan
penelitian yang telah di lakukan, dalam menganalisis kadar protein dari semut  jepang dengan menggunakan metode kjeldhal dan
diperoleh hasil data.
Tabel
1. Volume sampel dan titrasi 
 
  | 
   
No 
 | 
  
   
v. titrasi sampel 
(mL)  
 | 
  
   
v. titrasi blanko 
(mL) 
 | 
  
   
V (tit.sampel- tit. Blanko) 
(mL) 
 | 
  
   
NHCl 
 | 
  
   
Berat sampel (mg) 
 | 
 
  | 
   
1 
 | 
  
   
3 
 | 
  
   
0,3 
 | 
  
   
2,7 
 | 
  
   
0,09234 
 | 
  
   
137,3 
 | 
 
Pada
Tabel 1 di atas, sampel semut jepang dianalisis sebanyak satu kali dengan
menggunakan metode kjeldhal yang mencakup 
proses destruksi, destilasi, dan titrasi. Begitu pula dalam pembuatan
sampel blanko. Semut jepang yang di analisis merupakan sampel yang telah di
kembangbiakan sehingga dalam menganalisisnya semut jepang ini perlu dimatikan
dulu supaya pada saat  ditimbang dalam
neraca analitik dengan mudah diperoleh berat sampel yang akan di analisis,
dimana berat sampel yang ditimbang sebanyak 137,3 mg. Kemudian setelah
diperoleh berat sampel semut jepang yang akan di analisis selanjutnya di
masukan kedalam erlenmeyer dengan penambahan selenium dan 10 mL H2SO4
pekat dan diperoleh larutan hitam pekat kemudian dimasukkan kedalam lemari asam
untuk proses destruksi hingga di peroleh larutan jernih. Proses destruksi ini
dalam lemari asam terjadi selama 4 jam 35 menit dengan menghasilkan larutan
jernih kecoklatan.
Pada tahap destilasi, sampel hasil
destruksi ditambahkan 200 mL aquades dan NaOH padat  dan indikator PP dan diperoleh larutan
berwarna merah mudah. Pada erlenmeyer penampung destilat terlebih dahulu
dimasukkan H3BO3  jenuh.
Pemanasan dilakukan selama 50 menit hingga menghasilkan larutan sebanyak 100 mL
kemudian ditambahkan MR (metil red)
dan indikator bromkresol hingga larutan berwarna hijau.
Tahap
selanjutnya adalah tahap titrasi yang menggunakan HCl dan menghasilkan
perubahan larutan dari hijau menjadi ungu muda. Pada pengukuran semut Jepang
diperoleh volume titrasi sebanyak 3 mL sedangkan pada blangko 0,3 mL. Kemudian
volume titrasi dikurangi dengan volume blangko menghasilkan 2,7 kemudian
dikalikan dengan N.HCl 0,09234 dan dibagi dengan berat sampel yakni sebanyak
137,3 mg untuk memperoleh nilai % nitrogen total.
Tabel 2. Kadar
N-total dan Protein
pada Semut Jepang
 
  | 
   
No. 
 | 
  
   
(%) Nitrogen total 
 | 
  
   
(%) Protein 
 | 
 
  | 
   
1 
 | 
  
   
2,54 
 | 
  
   
15,90 
 | 
 
Ket. Konversi protein: 6,25
Pada
Tabel 2 di atas, sampel
semut Jepang yang telah dititrasi menghasilkan % nitrogen dan % protein dimana
dalam memperoleh suatau kadar protein dalam % maka % nitrogen dikalikan dengan
nilai konversi dari protein sebanyak 6,25.