Kamis, 08 Maret 2018

KADAR PROTEIN SEMUT JEPANG (PACYCONDILA PILOSIOR)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sejak kemunculannya, semut telah berkembang menjadi makhluk yang paling dominan di ekosistem teresterial. Dari 750.000 spesies serangga di dunia, 9.500 (1,27 %) diantaranya adalah semut. Semut telah beradaptasi dengan mengagumkan dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
 Semut memiliki keanekaragaman yang tinggi, terdapat pada hampir semua habitat sehingga mudah dikoleksi, sensitif terhadap perubahan lingkungan, berfungsi penting dalam ekosistem dan berinteraksi dengan organisme lain. Semut berinteraksi dengan tumbuhan dan hewan. Mayoritas simbiosis antara semut dan tumbuhan adalah simbiosis mutualisme, dimana semut dapat berlindung dan mendapatkan makanan atau mendapatkan kedua-duanya, sedangkan tumbuhan mendapatkan perlindungan terhadap gangguan arthropoda dan vertebrata pemakan tumbuhan. Pada beberapa kasus tumbuhan juga mendapatkan nutrisi dari sisa material semut. Semut juga membantu penyebaran biji dan bahkan membantu polinasi tumbuhan (Agosti.dkk, 2000)
Semut memiliki manfaat yang sangat besar diantaranya menambah vitalitas bagi pria. Dan banyak anggapan yang mengatakan bahwa apabila mengkonsumsi semut tersebut akan menambah stamina. Semut yang di maksud dalam hal ini adalah semut Jepang. Semut Jepang memiliki berbagai macam spesis diantaranya adalah Amblyopone silvestrii, Pachycondyla pilosior, Ponera swezeyi, Stenamma owstoni, Aphaenogaster frontosa, Cryptopone sauteri, Ponera japonica. Dan yang menjadi spesis dalam penelitian ini adalah  Pachycondyla pilosior.
Semut Jepang (Pachycondyla pilosior) mengandung protein, yang merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein  dapat  memerankan  fungsi  sebagai  bahan  struktural karena seperti halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem hidup. Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma.  Suatu  sistem  metabolisme  akan  terganggu  apabila biokatalis  yang  berperan  di dalamnya  mengalami  kerusakan. Ada anggapan bahwa semut Jepang dapat mengobati berbagai macam penyakit dan dapat meningkatkan stamina bagi pria.

1.2         Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu berapakah kadar protein pada semut Jepang (Pachycondyla pilosior)  ?

1.3         Tujuan penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui  kadar protein semut Jepang (Pachycondyla pilosior).

1.4         Manfaat penelitian
1.      Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi kadar kimia, khususnya protein dari semut Jepang (Pachycondyla pilosior)  .
2.      Penelitian ini dapat memberikan penjelasan bahwa semut Jepang (Pachycondyla pilosior)   memiliki manfaat yang sangat besar.
3.      Mitos yang berasal dari masyarakat yang mengatakan bahwa semut Jepang (Pachycondyla pilosior)   memiliki manfaat yang sangat besar, dengan penelitian ini dapat menjelaskan secara ilmiah bahwa hal tersebut benar benar adanya.








2.1.2 Cara Hidup Semut
Semut adalah serangga sosial yang hidupnya dalam sarang yang lebih kurang bersifat permanen dan membentuk koloni. Ukuran koloni sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di dalam tanah, kayu, dan diantara batu-batuan. Individu semut mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Telurnya berwarna putih seperti susu. Larva yang baru menetas berwarna putih seperti ulat dengan kepala menyempit ke arah depan. Larva pertama kali ini diberi makan oleh yang dewasa, larva generasi berikutnya diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan beberapa kali molting akan berubah menjadi pupa. Pupa bentuknya seperti dewasa tetapi lebih lunak, berwarna putih krem, dan tidak aktif. Beberapa spesies, pupanya terselubung oleh kokon sutera.  Dewasa akan muncul dalam beberapa jam atau hari dan akan mengalami proses pengerasan dan penggelapan kutikula. Perkembangan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berkisar 6 minggu lebih, tergantung spesies, tersedianya makanan, suhu, musim dan faktor lain.
Sebagai serangga sosial, semut hidup di dalam koloni yang terdiri atas banyak individu, dari jumlah ratusan hingga ribuan. Biasanya setiap koloni terdiri atas kelompok pekerja, pradewasa (larva dan pupa), ratu dan jantan. Tugas dan fungsi setiap individu ditentukan oleh sistem kasta  yang secara umum terdiri atas individu reproduktif (ratu) dan nonreproduktif (pekerja) seperti berikut ini:
1.      Jantan. Semut dewasa bersayap. Tugas utamanya adalah untuk kawin dengan yang betina. Proses kawin terjadi di dalam sarang (di tanah), atau bahkan di udara (swarming).
2.      Betina (Ratu). Kasta ini mempunyai tubuh yang paling besar. Betina ini memulai hidupnya sebagai serangga bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah kawin. Secara normal betina kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat keturunannya. Beberapa spesies hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu), sedangkan lainnya bisa banyak. Biasanya betina bisa hidup lebih dari 15 tahun.
3.      Pekerja. Kasta ini terdiri atas betina steril tanpa sayap. Kelompok ini mempunyai anggota terbanyak. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi makan larva dan kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh dan lain-lain. Beberapa spesies mempunyai bentuk pekerja yang berbeda-beda. Pekerja besar dengan kepala yang berkembang baik seringkali disebut prajurit. Pekerja kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun.


2.1.3  Semut Jepang
Semut dalam bahasa Jepang disebut Ari, dengan arti secara harfiah adalah serangga kesetiaan. Di Jepang dikenal sebanyak 273 spesies semut. Beberapa spesies semut Jepang, seperti: Amblyopone silvestrii, Pachycondyla pilosior,Ponera swezeyi, Stenamma owstoni, Aphaenogaster frontosa,Cryptopone sauteri, Ponera japonica, Ponera scabra,Aphaenogaster ruida, Aphaenogaster vapida, Pheidole bugi, Monomorium triviale, Solenopsis japonica,Ochetellus glaver, Technomyrmex gibbosus, Lasius umbratus, Lasius talpa, Lasius spathepus,Vollenhovia emeryi, Pyramica leptothrix, Crematogaster vagula,Polyergus samurai, Camponotus devestitus, Camponotus nipponicus, Polyrhachis latona (underconstruction)
Manfaat Semut Jepang:
1.      Menstabilkan kadar gula dalam darah (bagi penderita diabetes).
2.      Menormalkan asam urat, kolesterol, dan tekanan darah.
3.      Mengobati penyakit jantung.
4.      Menambah vitalitas bagi pria.
Ciri-ciri semut Jepang:
1.      Berbadan keras
2.      Berkaki 6
3.      Bersayap tapi tidak bisa terbang
4.      Hidup berkelompok
5.      Bukan termasuk kanibal (pemakan sesama)
6.      Suka reproduksi
Berbagai macam sepsies semut jepang, diantaranya spesies Amblyopone silvesteri dan Pachycondyla pilosior dimana kedua spesies ini memiliki perbedaan diantaranya


1.      Amblyopone silvestrii
Panjang tubuh (3,5 - 4,5 mm), warna tubuh kuning kecoklatan sampai dengan warna merah kecklatan. Antenna 12 segmen, mandibular dentition, frntal A lubang antena terpisah jelas.
2.      Pachycondyla pilosior
Panjang tubuh (4,5 - 5 mm), warnah tubuh merah kecoklatan (gelap) sampai dengan hitam kecoklatan, warna mandibula, antena, dan kaki merah kecoklatan. Kepala segi empat (dari depan), agak panjang dengan mata kecil, dengan 10 facet (wheeler, 1928)
Adapun klasifikasi dari Pachycondyla pilosior (wheeler, 1928):
Kingdom           : Animalia
Phylum              : Arthropoda
Classis                : Insecta
Ordo                  : Hymenoptera
Familia               : Formicidae
Sub familia        : Ponerinae
Genus                : Pachycondyla
Spesies               : Pachycondyla pilosior Wheeler

Gambar 1. Semut Jepang (Pachycondyla pilosior)
2.2   Tinjauan Umum protein
Protein  merupakan makromolekul  yang  menyusun  lebih  dari  separuh  bagian  dari  sel. Protein  menentukan  ukuran  dan  struktur  sel,  komponen  utama  dari sistem  komunikasi antar  sel  serta  sebagai  katalis  berbagai  reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Protein  adalah  salah  satu  bio-makromolekul  yang  penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan  struktural  dan  sebagai  mesin  yang  bekerja  pada  tingkat molekular.  Apabila  tulang  dan  kitin  adalah  beton,  maka  protein struktural  adalah  dinding  batu-batanya.  Beberapa  protein  struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh α dan β-keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein struktural  lain  ada  juga  yang  berfungsi  sebagai  perekat,  seperti kolagen.
Dalam kehidupan protein memegang peranan yang sangat penting. Proses kimia dalam tubuh dapat belangsung dengan baik karna dengan adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfunsi sebgai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut antigen, juga merupakan suatu protein (Poedjiadi, 2009).
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino  yang khas. Di dalam sel, protein terdapat baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti mitokondria,  retikulum endoplasma,  nukleus  dan  badan  golgi  dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein yang  terlibat  dalam reaksi  biokimia  sebagian  besar  berupa  enzim banyak  terdapat  di  dalam  sitoplasma  dan sebagian  terdapat  pada kompartemen  dari  organel  sel. Protein  merupakan  kelompok biomakromolekul  yang  sangat  heterogen.  Ketika berada  di  luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil.
Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen serta beberapa asam amino juga mengandung unsur-unsur seperti fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karna terdapat di dalam semua protein. Akan tetapi, tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks dari pada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya (Almatsiar, 1989).
Protein  merupakan  komponen  utama  bagi  semua mahluk  hidup termasuk  mikroorganisme,  hewan  dan  tumbuhan.  Protein  merupakan rantai  gabungan  20  jenis  asam amino.  Protein  ini  memainkan berbagai peranan  dalam  benda  hidup  dan  bertanggungjawab  untuk fungsi  dan  ciri-ciri  benda  hidup  (Anonim.  2008).
Protein mengandung nitrogen (N) sebanyak 15,30-18%, karbon  (C) sebanyak 52,40%, hidrogen  (H) sebanyak 6,90-7,30%, oksigen  (O) sebanyak 21-23,50%, (S) sebanyak 0,8-2%, disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak),  dan  S  kadang- kadang  P,  Fe  dan  Cu  (sebagai  senyawa kompleks  dengan  protein).  Dengan  demikian  maka  salah  satu cara terpenting  yang  cukup  spesifik  untuk  menentukan  jumlah  protein secara  kuantitatif  adalah  dengan  penentuan  kandungan  N  yang  ada dalam  bahan  makanan  atau  bahan  lain.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. protein juga merupakan nutrisi penting yang diperlukan tubuh untuk membentuk jaringan otot.



2.2.1 Ciri Ciri Protein
Protein  diperkenalkan  sebagai  molekul  makro  pemberi keterangan,  karena urutan  asam  amino  dari  protein  tertentu mencerminkan  keterangan  genetik  yang  terkandung  dalam  urutan basa  dari  bagian  yang bersangkutan  dalam  DNA  yang mengarahkan biosintesis protein. Menurut page (1997), tiap jenis protein ditandai ciri-cirinya oleh:
1.      Susunan kimia yang khasSetiap protein individual merupakan senyawa murni
2.      Bobot molekular yang khas Semua  molekul  dalam  suatu  contoh  tertentu  dari  protein  murni mempunyai bobot molekular yang sama. Karena molekulnya yang besar  maka  protein  mudah  sekali  mengalami  perubahan  fisik ataupun aktivitas biologisnya.
3.      Urutan asam amino yang khas Urutan  asam  amino  dari  protein  tertentu  adalah  terinci  secara genetik.  Akan  tetapi,  perubahan-perubahan  kecil  dalam  urutan asam amino dari protein tertentu.

2.2.2        Fungsi dan Peranan Protein
Santoso (2008), protein  memegang  peranan  penting  dalam  berbagai  proses biologi. Peran-peran tersebut antara lain:
1.      Katalisis enzimatik
Hampir  semua  reaksi  kimia  dalam  sistem  biologi  dikatalisis  oleh enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik. Misalnya  transportasi  oksigen  di  dalam  eritrosit  oleh  hemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3.  Koordinasi gerak Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh  lainnya  adalah  pergerakan  kromosom  saat  proses  mitosis dan pergerakan sperma oleh flagela.
4.  Penunjang mekanis ketegangan  kulit  dan  tulang  disebabkan  oleh  kolagen  yang merupakan protein fibrosa.
5.   Proteksi imun Antibodi  merupakan  protein  yang  sangat  spesifik  dan  dapat mengenal  serta  berkombinasi  dengan  benda  asing  seperti  virus, bakteri dan sel dari organisma lain.
6.  Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein  reseptor.  Misalnya  rodopsin  adalah  protein  yang  sensitif terhadap cahaya ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada sinapsis.
7.  Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh  protein  faktor  pertumbuhan.  Misalnya  faktor  pertumbuhan saraf  mengendalikan  pertumbuhan  jaringan  saraf.  Selain  itu, banyak hormon merupakan protein.

2.2.3        Jenis-jenis Protein
1.      Kolagen,  protein  struktur  yang  diperlukan  untuk  membentuk  kulit, tulang dan ikatan tisu.
2.      Antibodi,  protein  sistem  pertahanan  yang  melindungi  badan daripada serangan penyakit.
3.      Dismutase  superoxide,  protein  yang  membersihkan  darah kita.
4.      Ovulbumin, protein simpanan yang memelihara badan.
5.      Hemoglobin,  protein  yang  berfungsi  sebagai  pembawa oksigen
6.      Toksin,  protein  racun  yang  digunakan  untuk  membunuh kuman.
7.      Insulin,  protein  hormon  yang  mengawal aras  glukosa  dalam darah.
8.      Tripsin, protein yang mencernakan makanan protein.

2.2.4        Sumber Protein
Protein  lengkap  yang  mengandung  semua  jenis  asam  amino  esensial,  ditemukan  dalam  daging,  ikan,  unggas,  keju,  telur,  susu, produk  sejenis  Quark,  tumbuhan berbiji,  suku  polong-polongan,  dan kentang. Protein  tidak  lengkap  ditemukan  dalam  sayuran,  padi-padian,  dan polong-polongan. (Anonim, 2008).
Thomas Osborne Lafayete Mendel 1914,  mengujicobakan  protein konsumsi dari daging dan tumbuhan kepada kelinci. Satu grup kelinci kelinci  tersebut  diberikan  makanan  protein  hewani,  sedangkan  grup yang lain diberikan protein nabati. Dari eksperimennya di dapatkan bahwa kelinci  yang  memperoleh  protein  hewani  lebih  cepat  bertambah beratnya dari kelinci yang memperoleh protein nabati. Kemudian studi selanjutnya,  oleh  McCay menunjukkan bahwa kelinci yang memperoleh protein nabati, lebih sehat dan hidup dua kali lebih lama (Anonim, 2008).
Pembagian protein yang berdasarkan pada sumbernya diketahui bahwa sumber protei ada dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berasal dari daging dan bagian-bagian dalam seperti hati, pangkreas, ginjal paru, jantung, jeroan, susu, dan telur, ikan, kerang-kerangan serta jenis udang. Kolompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit lemak, sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak (Sudarmo, 2006).
Sember protein nabati meliputi kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro, kelapa, dan lain-lain. Asam amino yabg terkandung di dalam protein tidak selengkap asam amino yang terkandung pada protein hewani, namun penambahan bahan lain yaitu dengan mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda jenis asam amino pembatasnya akan saling melengkapi kandungan proteinnya. Bila dua jenis protein yang memiliki jenis asam amino esensial pembatas yang berbeda dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu protein dapat ditutpi oleh asam amino sejenisnya yang berlebihan pada protein lain (sudarmo, 2006)
Kualitas  protein  didasarkan  pada  kemampuannya  untuk menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan dan  memperbaiki  jaringan  tubuh.  Secara  umum  kualitas  protein tergantung pada dua karakteristik berikut:
1. Digestibilitas  protein  (untuk  dapat  digunakan  oleh  tubuh,  asam amino  harus  dilepaskan  dari  komponen  lain  makanan  dan  dibuat agar  dapat  diabsorpsi.  Jika  komponen  yang  tidak  dapat  dicerna mencegah  proses  ini  asam  amino  yang penting  hilang  bersama feses).
Ketersediaan asam amino  dipengaruhi  oleh  persiapan  makanan. Panas  menyebabkan  ikatan  kimia  antara  gula dan  as.amino  yang membentuk  ikatan  yang  tidak  dapat  dicerna.  Digestibitas  dan absorpsi  dipengaruhi  oleh  jarak  antara  waktu  makan,  dengan interval  yang  lebih  panjang  akan  menurunkan  persaingan  dari enzim yang tersedia dan tempat absorpsi.
2. Komposisi asam amino, seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis  protein  tubuh  harus  tersedia  pada  saat  yang  sama  agar jaringan  yang  baru  dapat  terbentuk.dengan  demikian  makanan harus  menyediakan  setiap  asam  amino  dalam  jumlah  yang mencukupi untuk membentuk as.amino lain yang dibutuhkan.
faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein (Anonim, 2007):
1.      Perkembang jaringan, Periode dimana perkembangn terjadi dengan cepat seperti pada masa janin dan kehamilan membutuhkan lebih banyak protein.
2.      Kualitas protein, Kebutuhan protein dipengaruhi oleh kualitas protein makanan pola asam aminonya.  Tidak  ada  rekomendasi  khusus  untuk  orang-orang yang  mengonsumsi  protein  hewani  bersama  protein  nabati.  Bagi mereka  yang tidak  mengonsumsi  protein  hewani dianjurkan  untuk memperbanyak konsumsi pangan nabatinya untuk kebutuhan asam amino.
3.      Kandungan energi dari makanan, Jumlah  yang  mencukupi  dari  karbohidrat  harus  tersedia  untuk mencukupi  kebutuhan  energi  sehingga  protein  dapat  digunakan hanya  untuk  pembagunan  jaringn.  Karbohidrat  juga  mendukung sintesis protein dengan merangsang pelepasan insulin.
4.      Status kesehatan, Dapat  meningkatkan  kebutuhan  energi  karena  meningkatnya katabolisme. Setelah trauma atau operasi asam amino dibutuhkan untuk  pembentukan  jaringan,  penyembuhan  luka  dan  produksi faktor imunitas untuk melawan infeksi.

2.2.5        Penggolongan Protein
Protein  adalah  molekul  yang  sangat  vital  untuk  organisme  dan terdapat disemua sel. Protein merupakan polimer yang disusun oleh 20 macam  asam  amino  standar.  Rantai  asam  amino  dihubungkan  dengan ikatan kovalen yang spesifik. Struktur & fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah  dan  urutan  asam  amino sedangkan  sifat  fisik  dan  kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya (Anonim, 2007).
Penggolongan protein dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
1.      Berdasarkan struktur molekulnya
Struktur protein terdiri dari empat macam :
a.       Struktur primer (struktur utama)
Struktur  ini  terdiri  dari  asam-asam  amino  yang  dihubungkan  satu
sama lain secara kovalen melalui ikatan peptida.
Gambar 2. Struktur Primer Protein



b.      Struktur sekunder
Protein  sudah  mengalami  interaksi  intermolekul,  melalui  rantai samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh  ikatan  hidrogen  antar  rantai  samping  yang  membentuk  pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis struktur sekunder, yaitu: α-heliks dan β-sheet.
Gambar 3.  Struktur Skunder Protein

c.       Struktur Tersier
Terbentuk  karena  adanya  pelipatan  membentuk  struktur  yang kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen,  ikatan disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik
Gambar 4. Struktur Tersier Protein



d.      Struktur Kuartener
Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit.  Interaksi  intermolekul  antar  sub  unit  protein  ini  membentuk struktur keempat/kuartener.
Gambar 5. Struktur Kuartener Protein

2.      Berdasarkan Bentuk dan Sifat Fisik
a.       Protein globular
Terdiri  dari  polipeptida  yang  bergabung  satu  sama  lain  (berlipat rapat)  membentuk bulat padat.  Misalnya enzim, albumin, globulin, protamin. Protein ini larut dalam air, asam, basa, dan etanol.
b.      Protein serabut (fibrous protein)
Terdiri  dari  peptida  berantai  panjang  dan  berupa  serat-serat  yang tersusun  memanjang,  dan  memberikan  peran  struktural  atau pelindung.  Misalnya  fibroin  pada  sutera  dan  keratin  pada  rambut dan  bulu  domba.  Protein  ini  tidak  larut  dalam  air,  asam,  basa, maupun etanol.
3.      Berdasarkan Fungsi Biologi
Pembagian protein didasarkan pada fungsinya di dalam tubuh, antara lain:
a.  Enzim (ribonuk lease, tripsin)
b.  Protein transport (hemoglobin, mioglobin, serum, albumin)
c.  Protein  nutrien  dan  penyimpan  (gliadin/gandum,  ovalbumin/telur, kasein/susu, feritin/jaringan hewan)
d.  Protein kontraktil (aktin dan tubulin)
e.  Protein Struktural (kolagen, keratin, fibrion)
f.  Protein Pertahanan (antibodi, fibrinogen dan trombin, bisa ular)
g. Protein Pengatur (hormon insulin dan hormon paratiroid)

4.      Berdasarkan Daya Larutnya
a. Albumin, larut air, mengendap dengan  garam konsentrasi tinggi. Misalnya albumin telur dan albumin serum
b. Globulin Glutelin, tidak  larut  dalam  larutan  netral,  larut  asam  dan  basa  encer. Glutenin (gandum), orizenin (padi).
c. Gliadin (prolamin), larut  etanol  70-80%,  tidak  larut  air  dan  etanol  100%. Gliadin/gandum, zein/jagung
d. Histon, bersifat basa, cenderung berikatan dengan asam nukleat di dalam sel.  Globin  bereaksi  dengan  heme  (senyawa  asam  menjadi hemoglobin). Tidak  larut  air,  garam  encer  dan  pekat  (jenuh  30-50%). Misalnya globulin serum dan globulin telur.
e. Protamin, larut  dalam  air  dan  bersifat  basa,  dapat  berikatan  dengan  asam nukleat menjadi nukleoprotamin (sperma ikan). Contohnya salmin

5.      Protein Majemuk
Adalah protein yang mengandung senyawa bukan hanya protein
a.       Fosfoprotein, protein  yang  mengandung  fosfor,  misalnya  kasein  pada  susu, vitelin pada kuning telur
b.       Kromoprotein, protein berpigmen, misalnya asam askorbat oksidase mengandung Cu
c.        Fosfoprotein, protein  yang  mengandung  fosfor,  misalnya  kasein  pada  susu, vitelin pada kuning telur
d.       Kromoprotein, protein berpigmen, misalnya asam askorbat oksidase mengandung Cu
e.        Protein Koenzim, misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
f.        Protein Koenzim, misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
g.       Lipoprotein, mengandung asam lemak, lesitin
h.       Metaloprotein, mengandung unsur-unsur anorganik (Fe, Co, Mn, Zn, Cu, Mg dsb)
i.         Glikoprotein, gugus  prostetik  karbohidrat,  misalnya  musin  (pada  air  liur), oskomukoid (pada tulang)
j.        Nukleoprotein, protein  dan  asam  nukleat  berhubungan  (berikatan  valensi sekunder) misalnya pada jasad renik

2.2.6        Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: Secara kualitatif dan kuntitatif. Secara kualitatif terdiri atas:  reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
Secara  kuantitatif  terdiri dari : metode Kjeldahl, metode  titrasi formol,  metode  Lowry,  metode  spektrofotometri  visible  (Biuret),  dan  metode spektrofotometri UV (Anonim, 2008).
Analisa Kualitatif
1.        Reaksi Xantoprotein Larutan  asam  nitrat  pekat  ditambahkan  dengan  hati-hati  ke  dalam larutan  protein.  Setelah  dicampur  terjadi  endapan  putih  yang  dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini  positif  untuk  protein  yang  mengandung  tirosin,  fenilalanin  dan triptofan.
2.      Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur  dengan  pereaksi  Hopkins-Cole,  asam  sulfat  dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa  saat  kemudian  akan  terjadi  cincin ungu  pada  batas  antara kedua lapisan tersebut.
3.        Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.  Apabila  pereaksi  ini  ditambahkan  pada  larutan  protein,  akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya  senyawa  merkuri  dengan  gugus  hidroksifenil  yang berwarna.
4.        Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah  dengan protein  yang  mempunyai  gugus  –SH  bebas.  Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5.      Reaksi Sakaguchi
Pereaksi  yang  digunakan  ialah  naftol  dan  natriumhipobromit.  Pada dasarnya  reaksi  ini  memberikan  hasil  positif  apabila  ada  gugus guanidin.  Jadi  arginin  atau  protein  yang  mengandung  arginin  dapat menghasilkan warna merah.
6.       Metode Biuret
Larutan  protein  dibuat  alkalis  dengan  NaOH  kemudian  ditambahkan larutan  CuSO4  encer.  Uji  ini  untuk  menunjukkan  adanya  senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.

1.        Metode Kjeldahl
Metode  ini  merupakan  metode  yang  sederhana  untuk  penetapan nitrogen  total  pada  asam  amino,  protein,  dan  senyawa  yang mengandung  nitrogen.  Sampel  didestruksi  dengan  asam  sulfat  dan dikatalisis  dengan  katalisator  yang  sesuai  sehingga  akan menghasilkan  amonium  sulfat.  Setelah  pembebasan  alkali  dengan kuat, amonia  yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
2.        Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin  yang  mempunyai  gugus  aromatik.  Triptofan  mempunyai absorbsi  maksimum  pada  280  nm,  sedang  untuk  tirosin  mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280  nm  dapat  digunakan  untuk  estimasi  konsentrasi  protein  dalam larutan.  Supaya  hasilnya  lebih  teliti  perlu  dikoreksi  kemungkinan adanya  asam  nukleat  dengan  pengukuran  absorpsi  pada  260  nm. Pengukuran  pada  260  nm  untuk  melihat  kemungkinan  kontaminasi oleh asam nukleat.

2.3   Hasil Penelitian Terdahulu
Sarang  semut  (Hydnophytum formicarum)  merupakan  anggota  keluarga Rubiaceae  dengan  5  genus (Subroto, dkk 2008)  Penggunaan  H.  formicarum  sebagai  obat diperoleh  dari  pengalaman  empiris  beberapa penduduk  lokal  di  Papua.  Umumnya  bagian  yang digunakan  sebagai  obat  adalah  hipokotil  (umbi) dengan  cara  meminum  air  rebusannya  tumbuhan sarang semut memiliki  aktivitas  antimikroba, antioksidan  dan  efek  sitotoksik  yang  berasal  dari kandungan flavonoid (Soeksmanto, dkk 2008). Antioksidan dapat membentuk mekanisme  pertahanan  sel  terhadap  kerusakan radikal bebas (Manna, dkk 2009).

2.4  Kerangka Pikir
Semut Jepang (Pachycondyla pilosior) mengandung protein yang merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi. Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan structural dan biokatalisis sehingga protein dapat digunakan dalam pengobatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kadar protein yang terkandung pada semut Jepang (Pachycondyla pilosior) dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis.
Untuk lebih memahami alur pemikiran penelitian ini, maka perlu dibuatkan kerangka fikir penelitian dalam menuliskan hubungan beberapa konsep yang akan diteliti yang arahnya untuk menjawab rumusan masalah. Bagan kerangka pikir dapat dilihat di bawah ini:
Semut Jepang 
Pengobatan
Kandungan Kimia
Protein
Kadar Protein
Senyawa Bioaktif
 
















Gambar 6. Bagan Kerangka Pikir

2.5  Hipotesis
1.      Hipotesis Nol (H0)
Tidak terdapat kadar protein pada semut Jepang
2.      Hipotesis Alternatif (H1)
Terdapat kadar protein pada semut Jepang


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1   Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang menggambarkan kadar protein pada semut Jepang. Variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu kadar protein pada semut Jepang (Pachycondyla pilosior)

3.2 Objek Penelitian
Yang menjadi objek pada penelitian ini adalah semut Jepang dengan spesies Pachycondyla pilosior yang dibiakkan sendiri.

3.3  Lokasi Dan Waktu Penelitian
 Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Laboratrium Kesehatan Makassar. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2014.

3.4    Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, selanjutnya dalam penelitian ini lebih dahulu dilakukan tinjauan pustaka, penetapan variabel dan defenisi serta tehnik pengumpulan data. Penelitian ini juga melakukan pencatatan berdasarkan hasil penelitian laboratorium yang terlaksana dan di amati secara langsung dengan satu kali pengulangan.

3.5         Variabel Penelitian
Variabel yang  dikaji dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu  kadar protein.

3.6         Defenisi Operasional
1.      Kadar protein pada penelitian ini yaitu jumlah kadar protein total (N) yang terkandung dalam semut Jepang (Pachycondyla pilosior).
2.      Semut Jepang (Pachycondyla pilosior), didefinisikan sebagai salah satu jenis serangga yang dimanfaatkan sebagai makanan yang mengandung protein.

3.7         Alat dan Bahan  
Bahan yang digunakan antara lain : Semut Jepang (Pachycondyla pilosior), aquadest, Asam sulfat (H2SO4) pekat, Natrium hidroksida (NaOH) padat, Kalium sulfat (K2SO4), Metil merah, asam Borat (H3BO3), Indikator bromkresol hijau.
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: Tabung reaksi, lemari asam, Sentrifuge, pisau,  Lemari pendingin, Erlenmeyer 100 mL, buret, labu kjeldhal, gelas ukur 100 mL, kertas saring, naraca analitik.

3.8         Metode Kerja
Adapun cara kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Preparasi sampel
Menyediakan semut jepang, kemudian memotong kecil kecil, setelah itu digerus hingga halus.
2.      Pengukuran kadar protein
Pada penelitian menganalisis kadar  kandungan protein digunakan analisis kuantitatif dengan metode kjeldahl yang melalui tiga proses:
a.       Tahap destruksi
Sampel yang telah dihaluskan menimbang 137,3 mg, lalu dimasukkannya ke dalam labu Kjeldahl, setelah itu ditambahkan 10 mL asam sulfat pekat padat dan 5 gr katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4 5H2O 8:1), kemudian melakukan destruksi (dalam lemari asam) hingga cairan berwarna jernih. Dilanjutkan pendidihan selama 30 menit. Setelah 30 menit, pendidihan dimatikan dan dibiarkannya beberapa saat sampai larutan di dalam labu menjadi dingin.
b.      Tahap destilasi
Setelah hasil dari tahap dekstruksi di hasilkan ditambahkan 200 mL aquades kedalam labu kemudian ditambahkan 5 mL NaOH 10% dan 5 butir zink. Kemudian dilakukan proses destilasi atau pemisahan, setelah itu hasil pisahan atau destilat ditampung hingga mencapai volume 100 mL. Destilasi dijalankan selama kira-kira  1 jam.
c.       Tahap titrasi
100 mL destilat yang ditampung tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisikan 25 mL HCl 0,1 N dan beberapa tetes indikator PP. Kelebihan HCl dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol dan metil merah, sampai titik ekivalen tercapai.


3.9         Teknik Analisis Data
Menurut Sudarmaji dalam Manjalik (2011) cara perhitungan persen kadar protein pada sampel sebagai berikut:
x100%
            Ket:
                        N HCl = Normalitas larutan HCl.
Cat: Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk Tabel dan Grafik.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan, dalam menganalisis kadar protein dari semut  jepang dengan menggunakan metode kjeldhal dan diperoleh hasil data.
Tabel 1. Volume sampel dan titrasi
No
v. titrasi sampel
(mL)
v. titrasi blanko
(mL)
V (tit.sampel- tit. Blanko)
(mL)
NHCl
Berat sampel (mg)
1
3
0,3
2,7
0,09234
137,3

Pada Tabel 1 di atas, sampel semut jepang dianalisis sebanyak satu kali dengan menggunakan metode kjeldhal yang mencakup  proses destruksi, destilasi, dan titrasi. Begitu pula dalam pembuatan sampel blanko. Semut jepang yang di analisis merupakan sampel yang telah di kembangbiakan sehingga dalam menganalisisnya semut jepang ini perlu dimatikan dulu supaya pada saat  ditimbang dalam neraca analitik dengan mudah diperoleh berat sampel yang akan di analisis, dimana berat sampel yang ditimbang sebanyak 137,3 mg. Kemudian setelah diperoleh berat sampel semut jepang yang akan di analisis selanjutnya di masukan kedalam erlenmeyer dengan penambahan selenium dan 10 mL H2SO4 pekat dan diperoleh larutan hitam pekat kemudian dimasukkan kedalam lemari asam untuk proses destruksi hingga di peroleh larutan jernih. Proses destruksi ini dalam lemari asam terjadi selama 4 jam 35 menit dengan menghasilkan larutan jernih kecoklatan.
Pada tahap destilasi, sampel hasil destruksi ditambahkan 200 mL aquades dan NaOH padat  dan indikator PP dan diperoleh larutan berwarna merah mudah. Pada erlenmeyer penampung destilat terlebih dahulu dimasukkan H3BO3  jenuh. Pemanasan dilakukan selama 50 menit hingga menghasilkan larutan sebanyak 100 mL kemudian ditambahkan MR (metil red) dan indikator bromkresol hingga larutan berwarna hijau.
Tahap selanjutnya adalah tahap titrasi yang menggunakan HCl dan menghasilkan perubahan larutan dari hijau menjadi ungu muda. Pada pengukuran semut Jepang diperoleh volume titrasi sebanyak 3 mL sedangkan pada blangko 0,3 mL. Kemudian volume titrasi dikurangi dengan volume blangko menghasilkan 2,7 kemudian dikalikan dengan N.HCl 0,09234 dan dibagi dengan berat sampel yakni sebanyak 137,3 mg untuk memperoleh nilai % nitrogen total.

Tabel 2. Kadar N-total dan Protein pada Semut Jepang
No.
(%) Nitrogen total
(%) Protein
1
2,54
15,90
Ket. Konversi protein: 6,25
Pada Tabel 2 di atas, sampel semut Jepang yang telah dititrasi menghasilkan % nitrogen dan % protein dimana dalam memperoleh suatau kadar protein dalam % maka % nitrogen dikalikan dengan nilai konversi dari protein sebanyak 6,25.

0 komentar:

Posting Komentar