BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sejak
kemunculannya, semut telah berkembang menjadi makhluk yang paling dominan di
ekosistem teresterial. Dari 750.000 spesies serangga di dunia, 9.500 (1,27 %)
diantaranya adalah semut. Semut telah beradaptasi dengan mengagumkan dan dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Semut memiliki keanekaragaman yang tinggi,
terdapat pada hampir semua habitat sehingga mudah dikoleksi, sensitif terhadap
perubahan lingkungan, berfungsi penting dalam ekosistem dan berinteraksi dengan
organisme lain. Semut berinteraksi dengan tumbuhan dan hewan. Mayoritas
simbiosis antara semut dan tumbuhan adalah simbiosis mutualisme, dimana semut
dapat berlindung dan mendapatkan makanan atau mendapatkan kedua-duanya,
sedangkan tumbuhan mendapatkan perlindungan terhadap gangguan arthropoda dan
vertebrata pemakan tumbuhan. Pada beberapa kasus tumbuhan juga mendapatkan
nutrisi dari sisa material semut. Semut juga membantu penyebaran biji dan
bahkan membantu polinasi tumbuhan (Agosti.dkk, 2000)
Semut
memiliki manfaat yang sangat besar diantaranya menambah vitalitas bagi pria. Dan banyak anggapan yang
mengatakan bahwa apabila mengkonsumsi semut tersebut akan menambah stamina. Semut
yang di maksud dalam hal ini adalah semut
Jepang. Semut Jepang memiliki
berbagai macam spesis diantaranya adalah Amblyopone
silvestrii, Pachycondyla pilosior, Ponera
swezeyi, Stenamma owstoni, Aphaenogaster frontosa, Cryptopone sauteri, Ponera
japonica. Dan yang
menjadi spesis dalam penelitian ini adalah Pachycondyla pilosior.
Semut
Jepang (Pachycondyla
pilosior) mengandung protein, yang merupakan senyawa
organik kompleks berbobot
molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam
amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatan
peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein dapat
memerankan fungsi sebagai
bahan struktural karena seperti
halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat
mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan
sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem hidup. Makromolekul
ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga
kelangsungan hidup suatu organisma.
Suatu sistem metabolisme
akan terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya
mengalami kerusakan. Ada anggapan
bahwa semut Jepang dapat mengobati berbagai macam penyakit dan dapat
meningkatkan stamina bagi pria.
1.2
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu berapakah kadar
protein pada semut Jepang (Pachycondyla
pilosior) ?
1.3
Tujuan
penelitian
Berdasarkan
permasalahan di atas maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kadar protein semut Jepang (Pachycondyla pilosior).
1.4
Manfaat
penelitian
1. Penelitian
ini dapat digunakan sebagai sumber informasi kadar kimia, khususnya protein
dari semut Jepang (Pachycondyla
pilosior) .
2. Penelitian
ini dapat memberikan penjelasan bahwa semut Jepang (Pachycondyla pilosior) memiliki manfaat yang sangat besar.
3. Mitos
yang berasal dari masyarakat yang mengatakan bahwa semut Jepang (Pachycondyla pilosior) memiliki manfaat yang sangat besar, dengan
penelitian ini dapat menjelaskan secara ilmiah bahwa hal tersebut benar benar
adanya.
2.1.2
Cara Hidup Semut
Semut adalah serangga
sosial yang hidupnya dalam sarang yang lebih kurang bersifat permanen dan
membentuk koloni. Ukuran koloni sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di
dalam tanah, kayu, dan diantara batu-batuan. Individu semut mengalami
metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Telurnya berwarna putih seperti
susu. Larva yang baru menetas berwarna putih seperti ulat dengan kepala
menyempit ke arah depan. Larva pertama kali ini diberi makan oleh yang dewasa,
larva generasi berikutnya diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan
beberapa kali molting akan berubah menjadi pupa. Pupa bentuknya seperti dewasa
tetapi lebih lunak, berwarna putih krem, dan tidak aktif. Beberapa spesies,
pupanya terselubung oleh kokon sutera. Dewasa akan muncul dalam beberapa
jam atau hari dan akan mengalami proses pengerasan dan penggelapan kutikula.
Perkembangan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berkisar 6 minggu lebih,
tergantung spesies, tersedianya makanan, suhu, musim dan faktor lain.
Sebagai serangga
sosial, semut hidup di dalam koloni yang terdiri atas banyak individu, dari
jumlah ratusan hingga ribuan. Biasanya setiap koloni terdiri atas kelompok
pekerja, pradewasa (larva dan pupa), ratu dan jantan. Tugas dan fungsi setiap
individu ditentukan oleh sistem kasta yang secara umum terdiri atas
individu reproduktif (ratu) dan nonreproduktif (pekerja) seperti berikut ini:
1.
Jantan. Semut dewasa bersayap. Tugas
utamanya adalah untuk kawin dengan yang betina. Proses kawin terjadi di dalam
sarang (di tanah), atau bahkan di udara (swarming).
2. Betina
(Ratu). Kasta ini mempunyai tubuh yang paling besar. Betina ini memulai
hidupnya sebagai serangga bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah
kawin. Secara normal betina kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat
keturunannya. Beberapa spesies hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu),
sedangkan lainnya bisa banyak. Biasanya betina bisa hidup lebih dari 15 tahun.
3. Pekerja.
Kasta ini terdiri atas betina steril tanpa sayap. Kelompok ini mempunyai
anggota terbanyak. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi makan larva dan
kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh dan lain-lain.
Beberapa spesies mempunyai bentuk pekerja yang berbeda-beda. Pekerja besar
dengan kepala yang berkembang baik seringkali disebut prajurit. Pekerja
kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun.
2.1.3
Semut Jepang
Semut
dalam bahasa Jepang disebut Ari, dengan arti secara harfiah
adalah serangga kesetiaan. Di Jepang dikenal sebanyak 273 spesies semut. Beberapa spesies semut Jepang, seperti: Amblyopone silvestrii, Pachycondyla
pilosior,Ponera swezeyi, Stenamma owstoni, Aphaenogaster frontosa,Cryptopone
sauteri, Ponera japonica, Ponera scabra,Aphaenogaster ruida, Aphaenogaster
vapida, Pheidole bugi, Monomorium triviale, Solenopsis japonica,Ochetellus
glaver, Technomyrmex gibbosus, Lasius umbratus, Lasius talpa, Lasius
spathepus,Vollenhovia emeryi, Pyramica leptothrix, Crematogaster
vagula,Polyergus samurai, Camponotus devestitus, Camponotus nipponicus,
Polyrhachis latona (underconstruction)
Manfaat Semut Jepang:
1. Menstabilkan kadar gula dalam darah
(bagi penderita diabetes).
2.
Menormalkan
asam urat, kolesterol, dan tekanan darah.
3.
Mengobati
penyakit jantung.
4.
Menambah
vitalitas bagi pria.
Ciri-ciri
semut Jepang:
1. Berbadan keras
2. Berkaki 6
3. Bersayap tapi tidak bisa terbang
4. Hidup berkelompok
5. Bukan termasuk kanibal (pemakan
sesama)
6. Suka reproduksi
Berbagai macam sepsies semut jepang,
diantaranya spesies Amblyopone silvesteri dan
Pachycondyla pilosior dimana kedua
spesies ini memiliki perbedaan diantaranya
1. Amblyopone silvestrii
Panjang tubuh (3,5 - 4,5 mm), warna
tubuh kuning kecoklatan sampai dengan warna merah kecklatan. Antenna 12 segmen,
mandibular dentition, frntal A lubang
antena terpisah jelas.
2. Pachycondyla pilosior
Panjang tubuh (4,5 - 5 mm), warnah tubuh
merah kecoklatan (gelap) sampai dengan hitam kecoklatan, warna mandibula,
antena, dan kaki merah kecoklatan. Kepala segi empat (dari depan), agak panjang
dengan mata kecil, dengan 10 facet
(wheeler, 1928)
Adapun
klasifikasi dari Pachycondyla pilosior (wheeler, 1928):
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthropoda
Classis :
Insecta
Ordo :
Hymenoptera
Familia :
Formicidae
Sub familia : Ponerinae
Genus :
Pachycondyla
Spesies :
Pachycondyla pilosior Wheeler
Gambar 1. Semut Jepang (Pachycondyla pilosior)
2.2 Tinjauan Umum protein
Protein merupakan makromolekul yang
menyusun lebih dari
separuh bagian dari
sel. Protein menentukan ukuran
dan struktur sel, komponen utama
dari sistem komunikasi antar sel
serta sebagai katalis
berbagai reaksi biokimia di dalam
sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada
protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Protein adalah
salah satu bio-makromolekul yang
penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri
secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai
bahan struktural dan
sebagai mesin yang
bekerja pada tingkat molekular. Apabila
tulang dan kitin
adalah beton, maka
protein struktural adalah dinding
batu-batanya. Beberapa protein
struktural, fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh
α dan β-keratin yang terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein
struktural lain ada
juga yang berfungsi
sebagai perekat, seperti kolagen.
Dalam kehidupan protein
memegang peranan yang sangat penting. Proses kimia dalam tubuh dapat belangsung
dengan baik karna dengan adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai
biokatalis. Disamping itu hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau
eritrosit yang berfunsi sebgai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan
untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut antigen, juga merupakan suatu
protein (Poedjiadi, 2009).
Semua
jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap
jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat
baik pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel
seperti mitokondria, retikulum
endoplasma, nukleus dan
badan golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung
pada tempatnya. Protein-protein yang
terlibat dalam reaksi biokimia
sebagian besar berupa
enzim banyak terdapat di
dalam sitoplasma dan sebagian
terdapat pada kompartemen dari
organel sel. Protein merupakan
kelompok biomakromolekul yang sangat
heterogen. Ketika berada di
luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil.
Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen serta beberapa asam amino juga mengandung
unsur-unsur seperti fosfor, besi, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah
unsur utama protein, karna terdapat di dalam semua protein. Akan tetapi, tidak
terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari
berat protein. Molekul protein lebih kompleks dari pada karbohidrat dan lemak
dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang
membentuknya (Almatsiar, 1989).
Protein merupakan
komponen utama bagi
semua mahluk hidup termasuk mikroorganisme, hewan
dan tumbuhan. Protein
merupakan rantai gabungan 20
jenis asam amino. Protein
ini memainkan berbagai
peranan dalam benda
hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi
dan ciri-ciri benda
hidup (Anonim. 2008).
Protein
mengandung nitrogen (N) sebanyak 15,30-18%, karbon (C) sebanyak 52,40%, hidrogen (H) sebanyak 6,90-7,30%, oksigen (O) sebanyak 21-23,50%, (S) sebanyak 0,8-2%,
disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan
S kadang- kadang P,
Fe dan Cu
(sebagai senyawa kompleks dengan
protein). Dengan demikian
maka salah satu cara terpenting yang
cukup spesifik untuk
menentukan jumlah protein secara kuantitatif
adalah dengan penentuan
kandungan N yang
ada dalam bahan makanan
atau bahan lain.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan
(imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji)
dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam
amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino
tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk
hidup. protein juga merupakan
nutrisi penting yang diperlukan tubuh untuk membentuk jaringan otot.
2.2.1 Ciri Ciri Protein
Protein diperkenalkan
sebagai molekul makro
pemberi keterangan, karena urutan asam
amino dari protein
tertentu mencerminkan
keterangan genetik yang
terkandung dalam urutan basa
dari bagian yang bersangkutan dalam
DNA yang mengarahkan biosintesis
protein. Menurut page
(1997), tiap
jenis protein ditandai ciri-cirinya oleh:
1. Susunan
kimia yang khasSetiap protein individual merupakan senyawa murni
2. Bobot
molekular yang khas Semua molekul dalam
suatu contoh tertentu
dari protein murni mempunyai bobot molekular yang sama.
Karena molekulnya yang besar maka protein
mudah sekali mengalami
perubahan fisik ataupun aktivitas
biologisnya.
3. Urutan
asam amino yang khas Urutan asam amino
dari protein tertentu
adalah terinci secara genetik. Akan
tetapi, perubahan-perubahan kecil
dalam urutan asam amino dari
protein tertentu.
2.2.2
Fungsi
dan Peranan Protein
Santoso (2008), protein memegang
peranan penting dalam
berbagai proses biologi.
Peran-peran tersebut antara lain:
1. Katalisis
enzimatik
Hampir semua
reaksi kimia dalam
sistem biologi dikatalisis
oleh enzim dan hampir semua enzim adalah protein.
2.
Transportasi dan penyimpanan Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh
protein spesifik. Misalnya
transportasi oksigen di
dalam eritrosit oleh
hemoglobin dan transportasi oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3.
Koordinasi gerak Kontraksi otot dapat
terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh lainnya
adalah pergerakan kromosom
saat proses mitosis dan pergerakan sperma oleh flagela.
4.
Penunjang mekanis ketegangan kulit
dan tulang disebabkan
oleh kolagen yang merupakan protein fibrosa.
5.
Proteksi imun Antibodi merupakan
protein yang sangat
spesifik dan dapat mengenal serta
berkombinasi dengan benda
asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisma lain.
6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein reseptor.
Misalnya rodopsin adalah
protein yang sensitif terhadap cahaya ditemukan pada sel
batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada sinapsis.
7.
Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi Pada
organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh protein
faktor pertumbuhan. Misalnya
faktor pertumbuhan saraf mengendalikan
pertumbuhan jaringan saraf.
Selain itu, banyak hormon
merupakan protein.
2.2.3
Jenis-jenis
Protein
1. Kolagen, protein
struktur yang diperlukan
untuk membentuk kulit, tulang dan ikatan tisu.
2. Antibodi, protein
sistem pertahanan yang
melindungi badan daripada
serangan penyakit.
3. Dismutase superoxide,
protein yang membersihkan
darah kita.
4. Ovulbumin,
protein simpanan yang memelihara badan.
5. Hemoglobin, protein
yang berfungsi sebagai
pembawa oksigen
6. Toksin, protein
racun yang digunakan
untuk membunuh kuman.
7. Insulin, protein
hormon yang mengawal aras
glukosa dalam darah.
8. Tripsin,
protein yang mencernakan makanan protein.
2.2.4
Sumber
Protein
Protein lengkap
yang mengandung semua
jenis asam amino esensial, ditemukan
dalam daging, ikan,
unggas, keju, telur,
susu, produk sejenis Quark,
tumbuhan berbiji, suku polong-polongan, dan kentang. Protein tidak
lengkap ditemukan dalam
sayuran, padi-padian, dan polong-polongan. (Anonim, 2008).
Thomas
Osborne Lafayete Mendel 1914,
mengujicobakan protein konsumsi dari
daging dan tumbuhan kepada kelinci. Satu grup kelinci kelinci tersebut
diberikan makanan protein
hewani, sedangkan grup yang lain diberikan protein nabati. Dari
eksperimennya di dapatkan bahwa kelinci
yang memperoleh protein
hewani lebih cepat
bertambah beratnya dari kelinci yang memperoleh protein nabati. Kemudian
studi selanjutnya, oleh McCay menunjukkan bahwa kelinci yang
memperoleh protein nabati, lebih sehat dan hidup dua kali lebih lama (Anonim,
2008).
Pembagian protein yang berdasarkan pada sumbernya
diketahui bahwa sumber protei ada dua, yaitu protein hewani dan protein nabati.
Sumber protein hewani dapat berasal dari daging dan bagian-bagian dalam seperti
hati, pangkreas, ginjal paru, jantung, jeroan, susu, dan telur, ikan, kerang-kerangan
serta jenis udang. Kolompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit lemak,
sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak (Sudarmo, 2006).
Sember protein nabati meliputi kacang-kacangan dan
biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro,
kelapa, dan lain-lain. Asam amino yabg terkandung di dalam protein tidak
selengkap asam amino yang terkandung pada protein hewani, namun penambahan
bahan lain yaitu dengan mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda
jenis asam amino pembatasnya akan saling melengkapi kandungan proteinnya. Bila
dua jenis protein yang memiliki jenis asam amino esensial pembatas yang berbeda
dikonsumsi bersama-sama, maka kekurangan asam amino dari satu protein dapat
ditutpi oleh asam amino sejenisnya yang berlebihan pada protein lain (sudarmo,
2006)
Kualitas protein
didasarkan pada kemampuannya
untuk menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan
dan memperbaiki jaringan
tubuh. Secara umum
kualitas protein tergantung pada
dua karakteristik berikut:
1.
Digestibilitas protein (untuk
dapat digunakan oleh
tubuh, asam amino harus
dilepaskan dari komponen
lain makanan dan
dibuat agar dapat diabsorpsi.
Jika komponen yang
tidak dapat dicerna mencegah proses
ini asam amino
yang penting hilang bersama feses).
Ketersediaan asam amino dipengaruhi
oleh persiapan makanan. Panas menyebabkan
ikatan kimia antara
gula dan as.amino yang membentuk ikatan
yang tidak dapat
dicerna. Digestibitas dan absorpsi
dipengaruhi oleh jarak
antara waktu makan,
dengan interval yang lebih
panjang akan menurunkan
persaingan dari enzim yang
tersedia dan tempat absorpsi.
2.
Komposisi asam amino, seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis protein
tubuh harus tersedia
pada saat yang
sama agar jaringan yang
baru dapat terbentuk.dengan demikian
makanan harus menyediakan setiap
asam amino dalam
jumlah yang mencukupi untuk
membentuk as.amino lain yang dibutuhkan.
faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
protein (Anonim,
2007):
1. Perkembang
jaringan, Periode
dimana perkembangn terjadi dengan cepat seperti pada masa janin dan kehamilan
membutuhkan lebih banyak protein.
2. Kualitas
protein,
Kebutuhan
protein dipengaruhi oleh kualitas protein makanan pola asam aminonya. Tidak
ada rekomendasi khusus
untuk orang-orang yang mengonsumsi
protein hewani bersama
protein nabati. Bagi mereka
yang tidak mengonsumsi protein
hewani dianjurkan untuk
memperbanyak konsumsi pangan nabatinya untuk kebutuhan asam amino.
3. Kandungan
energi dari makanan, Jumlah yang
mencukupi dari karbohidrat
harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan
energi sehingga protein
dapat digunakan hanya untuk
pembagunan jaringn. Karbohidrat
juga mendukung sintesis protein
dengan merangsang pelepasan insulin.
4. Status
kesehatan, Dapat meningkatkan
kebutuhan energi karena
meningkatnya katabolisme. Setelah trauma atau operasi asam amino
dibutuhkan untuk pembentukan jaringan,
penyembuhan luka dan
produksi faktor imunitas untuk melawan infeksi.
2.2.5
Penggolongan
Protein
Protein adalah
molekul yang sangat
vital untuk organisme
dan terdapat disemua sel. Protein merupakan polimer yang disusun oleh 20
macam asam amino
standar. Rantai asam
amino dihubungkan dengan ikatan kovalen yang spesifik. Struktur
& fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah
dan urutan asam
amino sedangkan sifat fisik
dan kimiawi dipengaruhi oleh asam
amino penyusunnya (Anonim, 2007).
Penggolongan
protein dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
1.
Berdasarkan
struktur molekulnya
Struktur protein terdiri dari empat
macam :
a. Struktur
primer (struktur utama)
Struktur ini
terdiri dari asam-asam
amino yang dihubungkan
satu
sama
lain secara kovalen melalui ikatan peptida.
Gambar 2.
Struktur Primer Protein
b. Struktur
sekunder
Protein sudah
mengalami interaksi intermolekul,
melalui rantai samping asam
amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi oleh ikatan
hidrogen antar rantai
samping yang membentuk
pola tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua
jenis struktur sekunder, yaitu: α-heliks dan β-sheet.
Gambar 3. Struktur Skunder Protein
c. Struktur
Tersier
Terbentuk karena
adanya pelipatan membentuk
struktur yang kompleks. Pelipatan
distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan
disulfida, interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik
Gambar 4.
Struktur Tersier Protein
d. Struktur
Kuartener
Terbentuk
dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub unit. Interaksi
intermolekul antar sub
unit protein ini
membentuk struktur keempat/kuartener.
Gambar 5.
Struktur Kuartener Protein
2.
Berdasarkan
Bentuk dan Sifat Fisik
a. Protein
globular
Terdiri dari
polipeptida yang bergabung
satu sama lain
(berlipat rapat) membentuk bulat
padat. Misalnya enzim, albumin,
globulin, protamin. Protein ini larut dalam air, asam, basa, dan etanol.
b. Protein
serabut (fibrous protein)
Terdiri dari peptida
berantai panjang dan
berupa serat-serat yang tersusun
memanjang, dan memberikan
peran struktural atau pelindung. Misalnya
fibroin pada sutera
dan keratin pada
rambut dan bulu domba.
Protein ini tidak
larut dalam air, asam, basa, maupun etanol.
3.
Berdasarkan
Fungsi Biologi
Pembagian
protein didasarkan pada fungsinya di dalam tubuh, antara lain:
a.
Enzim (ribonuk lease, tripsin)
b. Protein transport (hemoglobin, mioglobin,
serum, albumin)
c. Protein
nutrien dan penyimpan
(gliadin/gandum, ovalbumin/telur,
kasein/susu, feritin/jaringan hewan)
d.
Protein kontraktil (aktin dan tubulin)
e. Protein Struktural (kolagen, keratin,
fibrion)
f. Protein Pertahanan (antibodi, fibrinogen dan
trombin, bisa ular)
g.
Protein Pengatur (hormon insulin dan hormon paratiroid)
4.
Berdasarkan
Daya Larutnya
a.
Albumin, larut air, mengendap dengan
garam konsentrasi tinggi. Misalnya albumin telur dan albumin serum
b.
Globulin Glutelin, tidak larut dalam
larutan netral, larut
asam dan basa
encer. Glutenin (gandum), orizenin (padi).
c.
Gliadin (prolamin), larut etanol 70-80%,
tidak larut air
dan etanol 100%. Gliadin/gandum, zein/jagung
d.
Histon, bersifat basa, cenderung berikatan dengan asam nukleat di dalam
sel. Globin bereaksi
dengan heme (senyawa
asam menjadi hemoglobin).
Tidak larut air,
garam encer dan
pekat (jenuh 30-50%). Misalnya globulin serum dan globulin
telur.
e.
Protamin, larut dalam air
dan bersifat basa,
dapat berikatan dengan
asam nukleat menjadi nukleoprotamin (sperma ikan). Contohnya salmin
5.
Protein
Majemuk
Adalah protein yang mengandung
senyawa bukan hanya protein
a. Fosfoprotein,
protein yang mengandung
fosfor, misalnya kasein
pada susu, vitelin pada kuning
telur
b. Kromoprotein, protein berpigmen, misalnya asam
askorbat oksidase mengandung Cu
c. Fosfoprotein, protein yang
mengandung fosfor, misalnya
kasein pada susu, vitelin pada kuning telur
d. Kromoprotein, protein berpigmen, misalnya asam
askorbat oksidase mengandung Cu
e. Protein Koenzim, misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
f. Protein Koenzim, misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
g. Lipoprotein, mengandung asam lemak, lesitin
h. Metaloprotein, mengandung unsur-unsur
anorganik (Fe, Co, Mn, Zn, Cu, Mg dsb)
i.
Glikoprotein, gugus prostetik
karbohidrat, misalnya musin
(pada air liur), oskomukoid (pada tulang)
j.
Nukleoprotein, protein dan
asam nukleat berhubungan
(berikatan valensi sekunder)
misalnya pada jasad renik
2.2.6
Analisa
Protein
Analisis
protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: Secara kualitatif dan
kuntitatif. Secara kualitatif terdiri atas: reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi
Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi.
Secara kuantitatif
terdiri dari : metode Kjeldahl, metode
titrasi formol, metode Lowry,
metode spektrofotometri visible
(Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Anonim, 2008).
Analisa
Kualitatif
1.
Reaksi Xantoprotein Larutan asam
nitrat pekat ditambahkan
dengan hati-hati ke
dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan
putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila
dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat
pada molekul protein. Reaksi ini
positif untuk protein
yang mengandung tirosin,
fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi
Hopkins-Cole
Larutan
protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam
oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan
pereaksi Hopkins-Cole, asam
sulfat dituangkan perlahan-lahan
sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat
kemudian akan terjadi
cincin ungu pada batas
antara kedua lapisan tersebut.
3.
Reaksi Millon
Pereaksi
Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan
pada larutan protein,
akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri
dengan gugus hidroksifenil
yang berwarna.
4.
Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida
dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang
mempunyai gugus –SH bebas.
Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi
Sakaguchi
Pereaksi yang
digunakan ialah naftol
dan natriumhipobromit. Pada dasarnya
reaksi ini memberikan
hasil positif apabila
ada gugus guanidin. Jadi arginin atau
protein yang mengandung
arginin dapat menghasilkan warna
merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein
dibuat alkalis dengan
NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer.
Uji ini untuk
menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida
asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi
positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis
protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu
metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol.
Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode
modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode
spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1.
Metode Kjeldahl
Metode ini
merupakan metode yang
sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino,
protein, dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam
sulfat dan dikatalisis dengan
katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium
sulfat. Setelah pembebasan
alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
2.
Metode Spektrofotometri UV
Asam
amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan
fenilalanin yang mempunyai
gugus aromatik. Triptofan
mempunyai absorbsi maksimum pada
280 nm, sedang
untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm.
Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek.
Absorpsi sinar pada 280 nm dapat
digunakan untuk estimasi
konsentrasi protein dalam larutan. Supaya
hasilnya lebih teliti
perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam
nukleat dengan pengukuran
absorpsi pada 260
nm. Pengukuran pada 260
nm untuk melihat
kemungkinan kontaminasi oleh asam
nukleat.
2.3 Hasil Penelitian Terdahulu
Sarang semut (Hydnophytum formicarum) merupakan
anggota keluarga Rubiaceae dengan
5 genus (Subroto, dkk 2008) Penggunaan
H.
formicarum sebagai obat diperoleh dari
pengalaman empiris beberapa penduduk lokal
di Papua. Umumnya
bagian yang digunakan sebagai
obat adalah hipokotil
(umbi) dengan cara meminum
air rebusannya tumbuhan sarang semut memiliki aktivitas
antimikroba, antioksidan dan efek
sitotoksik yang berasal
dari kandungan flavonoid (Soeksmanto, dkk 2008). Antioksidan dapat
membentuk mekanisme pertahanan sel
terhadap kerusakan radikal bebas (Manna,
dkk 2009).
2.4 Kerangka Pikir
Semut
Jepang (Pachycondyla pilosior) mengandung protein
yang merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi. Protein dapat
memerankan fungsi sebagai bahan structural dan biokatalisis sehingga protein
dapat digunakan dalam pengobatan. Dalam penelitian ini, peneliti akan
menganalisis kadar protein yang terkandung pada semut Jepang (Pachycondyla
pilosior) dengan
menggunakan spektroskopi UV-Vis.
Untuk lebih memahami alur pemikiran
penelitian ini, maka perlu dibuatkan kerangka fikir penelitian dalam menuliskan
hubungan beberapa konsep yang akan diteliti yang arahnya untuk menjawab rumusan
masalah. Bagan kerangka pikir dapat dilihat di bawah ini:
Gambar
6. Bagan Kerangka Pikir
2.5 Hipotesis
1.
Hipotesis
Nol (H0)
Tidak terdapat
kadar protein pada semut Jepang
2.
Hipotesis
Alternatif (H1)
Terdapat kadar
protein pada semut Jepang
BAB
III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif, yang menggambarkan kadar protein pada semut Jepang. Variabel yang
akan dikaji dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu kadar protein
pada semut Jepang (Pachycondyla pilosior)
3.2
Objek Penelitian
Yang menjadi objek pada penelitian
ini adalah semut Jepang dengan spesies Pachycondyla pilosior yang
dibiakkan sendiri.
3.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar
Laboratrium Kesehatan Makassar. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari
2014.
3.4 Desain Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif, selanjutnya dalam penelitian ini lebih
dahulu dilakukan tinjauan pustaka, penetapan variabel dan defenisi serta tehnik
pengumpulan data. Penelitian ini juga melakukan pencatatan berdasarkan hasil
penelitian laboratorium yang terlaksana dan di amati secara langsung dengan satu kali pengulangan.
3.5
Variabel
Penelitian
Variabel
yang dikaji dalam penelitian ini
merupakan variabel tunggal yaitu kadar
protein.
3.6
Defenisi
Operasional
1.
Kadar protein pada penelitian ini yaitu
jumlah kadar protein total (N) yang terkandung dalam semut Jepang (Pachycondyla pilosior).
2.
Semut Jepang (Pachycondyla pilosior),
didefinisikan sebagai salah satu jenis serangga yang dimanfaatkan sebagai
makanan yang mengandung protein.
3.7
Alat
dan Bahan
Bahan yang digunakan
antara lain : Semut Jepang (Pachycondyla pilosior),
aquadest, Asam sulfat (H2SO4) pekat, Natrium hidroksida
(NaOH) padat,
Kalium sulfat (K2SO4), Metil merah, asam Borat (H3BO3), Indikator
bromkresol hijau.
Alat
yang digunakan pada penelitian ini antara lain: Tabung reaksi, lemari asam, Sentrifuge, pisau, Lemari pendingin, Erlenmeyer 100 mL, buret, labu
kjeldhal, gelas ukur 100 mL, kertas saring, naraca analitik.
3.8
Metode
Kerja
Adapun
cara kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Preparasi sampel
Menyediakan
semut jepang, kemudian memotong kecil kecil, setelah itu digerus hingga halus.
2.
Pengukuran kadar protein
Pada
penelitian menganalisis kadar kandungan
protein digunakan analisis kuantitatif dengan metode kjeldahl yang melalui tiga
proses:
a.
Tahap destruksi
Sampel
yang telah dihaluskan menimbang 137,3
mg, lalu dimasukkannya ke dalam labu Kjeldahl, setelah itu ditambahkan 10 mL
asam sulfat pekat padat dan 5 gr katalis (campuran K2SO4 dan
CuSO4 5H2O 8:1), kemudian melakukan destruksi (dalam
lemari asam) hingga cairan berwarna jernih. Dilanjutkan pendidihan selama 30
menit. Setelah 30 menit, pendidihan dimatikan dan dibiarkannya beberapa saat
sampai larutan di dalam labu menjadi dingin.
b.
Tahap destilasi
Setelah
hasil dari tahap dekstruksi di hasilkan ditambahkan 200 mL aquades kedalam labu kemudian
ditambahkan 5 mL NaOH 10% dan 5 butir zink. Kemudian dilakukan proses destilasi
atau pemisahan, setelah itu hasil pisahan atau destilat ditampung hingga
mencapai volume 100 mL. Destilasi dijalankan selama kira-kira 1
jam.
c.
Tahap titrasi
100
mL destilat yang ditampung tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
yang berisikan 25 mL HCl 0,1 N dan beberapa tetes indikator PP. Kelebihan HCl
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol dan
metil merah, sampai titik ekivalen tercapai.
3.9
Teknik Analisis
Data
Menurut Sudarmaji dalam Manjalik (2011) cara
perhitungan persen kadar protein pada sampel sebagai berikut:
x100%
Ket:
N HCl = Normalitas larutan HCl.
Cat: Data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk Tabel dan Grafik.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan
penelitian yang telah di lakukan, dalam menganalisis kadar protein dari semut jepang dengan menggunakan metode kjeldhal dan
diperoleh hasil data.
Tabel
1. Volume sampel dan titrasi
No
|
v. titrasi sampel
(mL)
|
v. titrasi blanko
(mL)
|
V (tit.sampel- tit. Blanko)
(mL)
|
NHCl
|
Berat sampel (mg)
|
1
|
3
|
0,3
|
2,7
|
0,09234
|
137,3
|
Pada
Tabel 1 di atas, sampel semut jepang dianalisis sebanyak satu kali dengan
menggunakan metode kjeldhal yang mencakup
proses destruksi, destilasi, dan titrasi. Begitu pula dalam pembuatan
sampel blanko. Semut jepang yang di analisis merupakan sampel yang telah di
kembangbiakan sehingga dalam menganalisisnya semut jepang ini perlu dimatikan
dulu supaya pada saat ditimbang dalam
neraca analitik dengan mudah diperoleh berat sampel yang akan di analisis,
dimana berat sampel yang ditimbang sebanyak 137,3 mg. Kemudian setelah
diperoleh berat sampel semut jepang yang akan di analisis selanjutnya di
masukan kedalam erlenmeyer dengan penambahan selenium dan 10 mL H2SO4
pekat dan diperoleh larutan hitam pekat kemudian dimasukkan kedalam lemari asam
untuk proses destruksi hingga di peroleh larutan jernih. Proses destruksi ini
dalam lemari asam terjadi selama 4 jam 35 menit dengan menghasilkan larutan
jernih kecoklatan.
Pada tahap destilasi, sampel hasil
destruksi ditambahkan 200 mL aquades dan NaOH padat dan indikator PP dan diperoleh larutan
berwarna merah mudah. Pada erlenmeyer penampung destilat terlebih dahulu
dimasukkan H3BO3 jenuh.
Pemanasan dilakukan selama 50 menit hingga menghasilkan larutan sebanyak 100 mL
kemudian ditambahkan MR (metil red)
dan indikator bromkresol hingga larutan berwarna hijau.
Tahap
selanjutnya adalah tahap titrasi yang menggunakan HCl dan menghasilkan
perubahan larutan dari hijau menjadi ungu muda. Pada pengukuran semut Jepang
diperoleh volume titrasi sebanyak 3 mL sedangkan pada blangko 0,3 mL. Kemudian
volume titrasi dikurangi dengan volume blangko menghasilkan 2,7 kemudian
dikalikan dengan N.HCl 0,09234 dan dibagi dengan berat sampel yakni sebanyak
137,3 mg untuk memperoleh nilai % nitrogen total.
Tabel 2. Kadar
N-total dan Protein
pada Semut Jepang
No.
|
(%) Nitrogen total
|
(%) Protein
|
1
|
2,54
|
15,90
|
Ket. Konversi protein: 6,25
Pada
Tabel 2 di atas, sampel
semut Jepang yang telah dititrasi menghasilkan % nitrogen dan % protein dimana
dalam memperoleh suatau kadar protein dalam % maka % nitrogen dikalikan dengan
nilai konversi dari protein sebanyak 6,25.